Diambil dari
naskah asli bertuliskan huruf Jawa
yang disimpan
oleh
PRAWIRATARUNA.
Digubah ke
aksara Latin oleh :
RADEN TANAYA
2.
Pupuh III, Sinom, Pada (Syair) 17-18 :
Santri padha
ambêk lintah, ora duwe mata kuping, anggêre amis kewala, cinucup nganti
malênthing, ora ngrêti yen gêtih, gandane amis tur arus, kinira madumangsa, yen
wus warêg mangan gêtih, amalêngkêr tan mêtu nganti sawarsa.
Santri yang
berperilaku seperti lintah, tidak memiliki mata dan telinga, asalkan mencium
bau amis, dihisap hingga perutnya menggelembung, tidak tahu kalau itu darah,
baunya amis dan arus (padanan kata amis), dikira madu, jika sudah kenyang meminum
darah, meringkuk tak keluar-keluar lagi hingga setahun.
Wêkasan kaliru
tampa, tan wruh têmah ndurakani, manut kitab mêngkap-mêngkap, manut dalil tanpa
misil, amung ginawe kasil, sinisil ing rasanipun, rasa nikmating ilat, lan
rasane langên rêsmi, rasanira ing kawruh ora rinasa.
Pada akhirnya
salah terima, tidak memahami inti sari malah berbuat dosa tanpa disadari,
menuruti kata-kata kitab begitu saja, menuruti dalil tanpa tahu makna
sesungguhnya, hanya dibuat untuk memperoleh keuntungan duniawi, tersilap dengan
keduniawian, dibuat untuk memenuhi nikmatnya rasa lidah, dibuat untuk memenuhi
nikmatnya rasa bersenggama, makna sejati ilmu tidak dirasakan.
Gatholoco
tajam mengingatkan, bahwasanya manusia-manusia yang terjebak ‘keberagamaan
kulit’ seperti yang tengah berdialog dengannya, tak ubahnya bagaikan Lintah
semata. Yang tak memiliki mata dan tak memiliki telinga. Pekerjaan mereka hanya
menghisap darah sesama. Pekerjaan mereka hanya membuat harmonisasi kehidupan
timpang.
Mereka
mengira, dengan menghisap darah, mereka telah melakukan sebuah pekerjaan besar
dan benar dimata Tuhan! Mereka mengira telah menghisap madu yang manis. Mengira
telah melakukan sebuah pekerjaan agung yang sudah sepatutnya, walau harus
menumpahkan darah!
Begitu telah
kenyang menumpahkan darah, mereka akan puas dan tiada lagi tergerak untuk
menelaah, apakah yang sudah dilakukan ini memang benar dimata Tuhan? (Pupuh
III, Sinom, Pada (Syair) : 17)
Mereka telah
membuat dosa tanpa disadari. Menelan mentah-mentah kata-kata kitab suci tanpa
dikupas lagi. Menuruti segala dalil tanpa mendalami inti sarinya. Padahal SUARA
NURANI mereka terus berontak untuk mengabarkan arti dan makna yang
sesungguhnya!
Kesadaran
mereka tentang spiritualitas, tak lebih sebatas pencapaian Kenikmatan
Keduniawian semata. Kenikmatan yang konon juga ada di Surga sana. Kenikmatan
yang mirip dan serupa dengan Kenikmatan Dunia. Benarkah itu semua? Jika memang
demikian, mengapa harus berlama-lama menunggu nanti, toh sekarang Kenikmatan
serupa juga ada disini. Sudah nyata dan didepan mata malah. Lantas mengapa
harus menunggu sesuatu yang masih dijanjikan nanti jika memang esensinya serupa
dan itu-itu juga? (Pupuh III, Sinom, Pada (Syair) : 18)
Kesadaran
Spiritual-kah yang semacam ini? Jesus Kristus, Rabi’ah Al Adawiyyah,
Jallaluddin Rumi, Al-Junaid, Ibnu Al-Araby, Ibnu Manshur Al-Hallaj, Abu Yazid
Al-Bistami, Hamzah Fanshuri, Syeh Siti Jenar dan seluruh manusia illahi semacam
mereka malah dipangkas habis manakala meneriakkan kebenaran sebuah makna
hakiki.
Berbeda dengan
manusia illahi yang turun ditanah India, keberadaan mereka masih mendapat
sambutan hangat hingga kini. Adakah yang berbeda dari pesan-pesan mereka? Tidak
ada! Yang berbeda adalah medan dan tempat dimana mereka turun.
Terpujilah
manusia-manusia illahi yang berani meneriakkan kebenaran dimedan yang penuh
dengan manusia-manusia berkesadaran rendah! Sembah sujud saya kepada
manusia-manusia illahi yang semacam ini!
3.
Pupuh III, Sinom, Pada (Syair) 27 :
Guru tiga
saurira, Katrima pamuji-mami, Gatholoco asru nyêntak, Pujimu pujining Widdhi,
sira ora nduweni, marang pangucap sadarum, iku ucaping Allah, yen mangkono sira
maling, wani-wani kadunungan barang gêlap.
Ketiga Guru
menjawab, Karena diterima doa kami, Gatholoco keras membentak, Bahkan doamu-pun
adalah milik (Hyang) Widdhi! Kalian tidak punya hak untuk mengakui! Karena
pengucapan kalian itu semua, itu ucapan Allah! Jikalau demikian kalian adalah
maling! Telah berani ketempatan barang yang bukan milik kalian (namun kalian akui
sebagai milik sendiri)!
Sekali lagi
Gatholoco hendak menghancurkan dinding kesadaran sempit dari mereka yang tengah
diajaknya berdialog. Gatholoco tengah memberikan letupan bagi peningkatan
kesadaran mereka. Gatholoco hendak membangun kesadaran baru, bahwasanya semua
yang ada didalam semesta ini tak ada yang lain selain MANIFESTASI HYANG WIDDHI
atau BRAHMAN! atau ALLAH!
PURUSHA adalah
MANIFESTASI PERTAMA dari BRAHMAN manakala BRAHMAN tengah berkehendak untuk
melakukan sebuah LILAA atau PERMAINAN ILLAHI-NYA. BRAHMAN YANG MELAMPAUI
SEGALANYA, YANG TANPA PRIBADI. MEMPERSEMPIT DIRI-NYA DALAM KONDISI SUPER
PERSONALITY. INILAH PURUSHA!
Bersamaan
dengan proses ini, muncullah BAYANGAN BRAHMAN yang lantas dikenal dengan nama
PRAKRTI. Inilah CIKAL BAKAL SELURUH UNSUR MATERIAL YANG ADA DI SEMESTA RAYA.
Dari PURUSHA
memerciklah ATMA-ATMA atau RUH-RUH yang tiada terhitung.
Lantas,
manakah yang bukan BRAHMAN atau ALLAH?
Manusia-manusia
yang merasa dirinya berbeda dengan BRAHMAN, dengan TUHAN. Manusia-manusia yang
merasa memiliki pribadi sendiri yang terpisah dengan Kepribadian Tuhan,
SESUNGGUHNYA MEREKA ADALAH PENCURI. Begitu Gatholoco menyatakan!
PENCURI? Yap!
Karena mereka mengklaim memiliki pribadi sendiri yang terpisah dengan
Kepribadian Tuhan. Mereka tengah bermain-main dengan illusi! Dalam keyakinan
mereka, pribadi mereka ini diciptakan oleh Tuhan. Mereka meyakini, Tuhan
menciptakan mereka. Dan mereka berbeda dengan Sang Pencipta. Mereka punya hak
pribadi. Memiliki asset sendiri. Walau menurut mereka, asset yang mereka miliki
tersebut adalah pinjaman dari Tuhan.
Gatholoco
menegaskan, diri kita semua ini, mulai dari ATMA SARIIRA (RUH), SUKSMA SARIIRA
(NAFS), STHULA SARIIRA (JASAD) termasuk seluruh piranti indrawi (mata, telinga,
hidung,dsb), berikut fungsi-fungsi inderawi (penglihatan, pendengaran, ucapan,
dsb) adalah MANIFESTASI TUHAN! Bukan sesuatu yang terpisah dari-Nya. Ini semua
bukan milik otonom seorang makhluk ciptaan yang disebut ‘manusia’. Jika
‘manusia’ mengklaim ini mataku, ini telingaku, ini badanku, ini penglihatanku,
ini pendengaranku, ini ucapanku dsb, jelas mereka telah melakukan KLAIM PALSU!
DAN ORANG YANG MENGAKUI SESUATU YANG BUKAN MILIKNYA, JELAS ADALAH SEORANG
PENCURI!
Bagaimana dia
bisa mengakui ini milik ‘saya’, jika sosok ‘saya’ itu sendiri sesungguhnya
‘tidak ada’? Jika sosok ‘saya’ itu sendiri sebenarnya adalah bagian Tuhan juga?
Terngiangkah anda dengan kata-kata Sidharta Buddha Gautama tentang Annata
(Tanpa Aku/Tanpa Saya/Kosong) ?
Dalam Pupuh
III, Sinom, Syair 27 diatas bagian akhir, Gatholoco berkata keras :
……………..Gatholoco
asru nyêntak, Pujimu pujining Widdhi, sira ora nduweni, marang pangucap
sadarum, iku ucaping Allah, yen mangkono sira maling, wani-wani kadunungan
barang gêlap. (…………………,Gatholoco keras membentak, Bahkan doamu-pun adalah milik
(Hyang) Widdhi! Kalian tidak punya hak untuk mengakui! Karena pengucapan kalian
itu semua, itu ucapan Allah! Jikalau demikian kalian adalah maling! Telah
berani ketempatan barang yang bukan milik kalian (namun kalian akui sebagai
milik sendiri)!
Coba renungkan
sekali lagi!
4.
Pupuh III, Sinom, Pada (Syair ) 29-31 ;
Sakehing reh
lakonana, yen tan manut Sun gitiki, jalaran sira wus salah, kajêdhêgan sira
maling, lah iku duwek Mami, sira anggo tanpa urus, saikine balekna, ilange duk
Jaman Gaib, Ingsun simpên ana satêngahing jagad.
Segala
perintah-Ku laksanakan, jika tak menurut pasti Ku dera, sebab kalian telah
salah, patut dipersalahkan karena maling, itu semua milik-Ku, kalian pakai
dengan tidak benar, sekarang kembalikan, dulu hilang dikala Jaman Gaib, Aku
simpan di tengah-tengah jagad.
Saksine si
Wujud Makna, cirine rina lan wêngi, Ingsun rêbut tanpa ana, saiki lagya
pinanggih, sira ingkang nyimpêni, santri padha tanpa urus, yen sira tan
ngulungna, sun lapurake pulisi, ora wurung munggah ing rad pêngadilan.
Saksinya
adalah si Wujud Makna (Wujud dari segala inti sari makna kitab suci), bukti
(dari keteledoran kalian memakai barang-Ku dengan tidak benar) telah dicatat
oleh siang dan malam, Aku cari-cari tak ketemu, sekarang tengah Aku jumpai,
ternyata kalian yang menyimpannya, para santri yang tidak benar! Jika tidak
kalian kembalikan, Aku laporkan polisi (hukum alam), tak urung akan naik
perkara dipengadilan (semesta)!
Mêsthi sira
kokum pêksa, yen wêngi turu ning buwi, lamun rina nambut karya, sabên bêngi den
kandhangi, beda kalawan mami, salawase ngong tumuwuh, sadurunge tumindak,
ingkang daya sêja-mami, agal alus kasar lêmbut ingsun nalar.
Pasti akan
menerima hukuman, jika malam tidur didalam penjara (terkurung dalam kegelapan
batin sehingga gelisah), jika siang kerja paksa (sengsara ditengah panasnya
dualitas duniawi), tiap malam dikandangkan (terus terjerat dalam kegelapan
batin), berbeda dengan aku, selama aku hidup, sebelum bertindak, untuk memenuhi
keinginanku, kasar maupun halus pasti aku pikirkan terlebih dahulu.
Illusi manusia
layak dihancurkan. Walaupun illusi itu juga Manifestasi Brahman, tapi jelas,
segala macam illusi, kebodohan (awidya), ketidak murnian, keangkuhan,
keserakahan dan semua yang menelikung KESADARAN SEJATI ATMA, adalah Manifestari
Brahman dalam level rendah.
Semua ketidak
murnian muncul dari PRAKRTI. Dan PRAKRTI hanyalah BAYANGAN BRAHMAN. DAN SEBUAH
BAYANGAN, BUKANLAH YANG SEJATI. SEBUAH BAYANGAN HANYALAH ILLUSI (MAYA)!.
Sekali lagi
saya tegaskan, SEGALA MACAM KETIDAK MURNIAN ADALAH BERASAL DARI PRAKRTI. DAN
PRAKRTI ADALAH MANIFESTASI BRAHMAN DALAM LEVEL BAWAH! JADI JANGAN HANTAM RATA
DENGAN MENYATAKAN BAIK DAN BURUK ITU SEIMBANG! HITAM DAN PUTIH ITU SELEVEL!
TIDAK!
BAIK DAN
BURUK, HITAM DAN PUTIH MEMANG SAMA-SAMA PERWUJUDAN BRAHMAN, MEMANG ADA DALAM
SATU KESATUAN TUNGGAL. TAPI DALAM JENJANG YANG BERBEDA!
Dalam Bhagawad
Gita, jelas Shrii Krishna menyatakan :
“Sifat-sifat
Illahi (Daiva Sampad) adalah jalan KELEPASAN (MOKSHA), sedangkan sifat-sifat
Jahat (Asura Sampad) adalah jalan menuju KETERIKATAN (LAHIR BERULANG-ULANG
DIDALAM ALAM MATERIAL). Janganlah bersedih, oh Pandhawa (Putra Pandhu/ Arjuna),
dirimu (karena buah karma masa lalumu), terlahir dalam sifat-sifat Illahi!”
(Bhagawad Gita : 16 : 5)
Jika BAIK dan
BURUK, HITAM dan PUTIH, KESADARAN dan KETIDAK SADARAN itu sama, lantas mengapa
anda mempelajari KESUCIAN jika toh dalam kondisi KOTOR -pun anda sama saja
dalam kondisi BERSIH? Jika BAIK dan BURUK, HITAM dan PUTIH, KESADARAN dan
KETIDAK SADARAN itu sama, lantas mengapa sosok semacam SHIWA, KRISHNA, RSI
VYAASA, SIDHARTA BUDDHA GAUTAMA, JESUS, SYEH SITI JENAR, GATHOLOCO dan
Manusia-Manusia Illahi lainnya harus berteriak-teriak untuk membebaskan
KESADARAN KITA dari jerat KETIDAK MURNIAN SEBUAH ILLUSI (MAYA) ?
Jangan
bermain-main dengan kata-kata. Anda akan terjebak sendiri. Pada ujungnya, anda
sendiri yang akan kebingungan untuk menentukan sikap dalam menyikapi realita
kehidupan ini!
ATMA telah
terjebak dalam BAYANGAN BRAHMAN ! KETERJEBAKAN PADA ILLUSI (MAYA) BRAHMAN
inilah yang memunculkan adanya kehidupan material. Selama keterjebakan ini
terus terjadi, maka ATMA akan terus tergerus proses kehidupan material! Dia
akan lahir dan mati, lahir dan mati, lahir dan mati, tanpa ada kesudahan! Jika
ATMA bisa membebaskan diri dari BAYANGAN BRAHMAN, maka ATMA akan MENYATU DENGAN
INTI BRAHMAN ITU SENDIRI! ATMA tidak perlu terlahirkan kedunia material
kembali! Inilah MOKSHA. Inilah NIRWANA. Inilah KERAJAAN ALLAH. Inilah JANNATUN
FIRDAUS!
Dalam syair
29, Pupuh III diatas, Gatholoco sengaja berkata dengan MEMPERGUNAKAN KESADARAN
TERTINGGINYA! Jika mereka-mereka yang tengah diajaknya berdialog tetap meyakini
keterpisahan pribadinya dengan Kepribadian Brahman, berarti mereka tidak
mengikuti ‘PERINTAH ATAU PETUNJUK SEJATI BRAHMAN’ yang tertuang dalam intisari
seluruh Kitab Suci! Jika illusi mereka tetap sulit disingkap, maka terpaksa
HUKUM ALAM yang akan bekerja! Ini yang dimaksud ucapan Gatholoco dengan :
……..yen tan manut Sun gitiki,….(….jika tidak menurut pasti Ku dera…). Karena
selain telah berillusi memiliki asset badan sendiri, mereka juga telah
mempergunakan seluruh ‘barang klaim palsu’ tersebut dijalan ketidak murnian!
Oleh karenanya, hilangkanlah illusi kalian. Hilangkanlah anggapan bahwa kalian
itu berbeda dengan DIA! Kembalikan seluruh barang pengakuan itu kepada yang
punya! Kembalikan KESADARAN kalian dari mengklaim memiliki asset sendiri
menjadi SEMUA INI ADALAH BRAHMAN SEMATA!
Dalam syair
31, Pupuh III bagian terakhir, Gatholoco menurunkan kembali KESADARAN-NYA :
………..beda kalawan mami, salawase ngong tumuwuh, sadurunge tumindak, ingkang
daya sêja-mami, agal alus kasar lêmbut ingsun nalar. (…………berbeda dengan aku,
selama aku hidup, sebelum bertindak, untuk memenuhi keinginanku, kasar maupun
halus pasti aku pikirkan terlebih dahulu.)
Damar Shashangka
Posting Komentar