SERAT GATHOLOCO_4
Diambil dari
naskah asli bertuliskan huruf Jawa
yang disimpan
oleh
PRAWIRATARUNA.
Digubah ke
aksara Latin oleh :
RADEN TANAYA
Ada beberapa
Pada (Syair) yang terdapat pada Pupuh II, Dandanggula, yang harus diulas.
Seperti dibawah ini :
1. Pupuh II,
Dandanggula, Pada (Syair) 19 :
Ingsun ngaku wong Lanang Sujati, basa Lanang Sujati têmênan, wadiku apa
dhapure, Sujati têgêsipun, ‘ingSUn urip tan nêJA maTI’, Guru tiga angucap,
Dhapurmu lir antu, sajêge tan kambon toya, Gatholoco macucu nulya mangsuli,
Ewuh kinarya siram.
Aku mengaku sebagai Lanang Sujati (Lelaki Sejati), arti dari Lanang
Sujati (Lelaki Sejati) sesungguhnya adalah, aku disebut LANANG karena memahami Rahasia
Mulia barang (penis)-ku, sedangkan SUJATI (Sejati) artinya ‘ingSUn urip tan
nêJA ma TI’ (Aku Yang Hidup Tak Dapat Mati Selamanya). Ketiga Guru berkata,
Rupamu seperti hantu, tak pernah tersentuh air, Gatholoco cemberut lantas
menjawab, Aku bingung hendak mandi dengan apa.
Gatholoco menyadari bahwa siapapun yang meningkat Kesadarannya, berhak
menyandang predikat sebagai Lanang Sujati (Lelaki Sejati) atau Wadon Sujati
(Wanita Sejati). Pada ‘Pada’ (Syair) diatas, arti kata Lanang Sujati diuraikan oleh
Gatholoco. Siapapun Lelaki yang memahami Kemuliaan Proses Penciptaan melalui
Penis (Gathel)-nya, sebuah proses vital yang menjadi mata rantai sebuah
perjalanan panjang evolusi jiwa, proses yang mampu ‘menarik’ kembali Atma atau
Ruh dari ranah ‘kematian’ menuju ‘kehidupan kembali’ atau Reinkarnasi (dalam
istilah Sanskerta disebut PUNARBHAWA : Kelahiran Kembali, atau PUNARJANMA :
Manusia Yang Kembali hidup dari ranah kematian), proses berkesinambungan untuk
menjadi penyebab ‘bangkitnya’ Atma atau Ruh agar kembali berjuang ditengah
samudera kehidupan demi untuk melanjutkan peningkatan kembali KESADARAN mereka
melalui tempaan badai dualitas duniawi (suka-duka, kaya-miskin, sakit-sehat,
dll), maka siapapun mereka, kalau Lelaki berhak menyandang predikat LANANG.
Kalau Wanita berhak menyandang predikat WADON! Selama anda belum memahami
kemuliaan dan pentingnya proses ini, maka sesungguhnya anda belumlah pantas
disebut LANANG atau WADON. Anda hanyalah sekedar spesies makhluk hidup yang
melakukan sebuah aktifitas sexual tanpa kesadaran. Anda belumlah MANUSIA.
Kata ‘SUJATI’, Gatholoco mengartikan ‘ingSUn urip tan neJA maTI’ yang
artinya ‘Aku Yang Hidup Tak Dapat Mati’. Siapakah itu? INGSUN (AHAM/AKU).
Siapakah INGSUN (AHAM/AKU) tersebut? Tak lain adalah Atma atau Ruh kita!
Atma atau Ruh tidak diciptakan oleh siapapun! Atma atau Ruh adalah
Percikan Brahman dalam definisi Weda atau Tiupan/Hembusan Nafas Allah dalam
definisi Al-Qur’an atau Pencitraan/Duplicate Allah dalam definisi Injil dan
Taurat!
Atma dan Ruh adalah bagian langsung dari BRAHMAN, dari ALLAH, dari BAPA
itu sendiri! Tidak ada yang menciptakan Ruh atau Atma. Yang diciptakan adalah
Badan Halus (Suksma Sariira/Nafs) dan Badan Kasar (Sthula Sariira/Jasad)!
Sadarkah anda sekarang? Telitilah dengan seksama kitab suci anda, adakah firman
yang menyatakan Ruh itu diciptakan?
LANANG SUJATI artinya, Manusia yang memahami kemuliaan proses penciptaan
melalui penis/vagina-nya, yang merupakan lantaran untuk kelahiran kembali para
Atma atau Ruh!
2. Pupuh II, Dandanggula,
Pada (Syair) 20 :
Upamane ingsun adus warih, badaningsun wus kaisen toya, kalamun adus
gênine, jro badan isi latu, yen rêsika sun gosok siti, asline saking lêmah, sun
dus-ana lesus, badanku sumbêr maruta, tuduhêna kinarya adus punapi, ujarnya
Guru tiga.
Jikalau aku harus mandi menggunakan air, tubuhku sudah penuh dengan
unsur air, jikalau harus mandi menggunakan api, didalam badan penuh unsur api,
jikalau harus membersihkan diri dengan menggunakan tanah, sudah jelas daging
ini berasal dari tanah, aku mandi menggunakan angin leysus, badanku sumber dari
angin, beritahu kepadaku apa yang harus aku pakai untuk mandi? Ketiga Guru
menjawab.
Ini adalah jawaban yang merupakan kritik kepada para agamawan yang
terlampau mementingkan syari’at. Mereka-mereka yang terpaku pada tata lahir dan
procedural belaka. Begitu sudah tunai, mereka merasa sudah cukup dan sempurna!
Gatholoco menyengaja memberikan gambaran, bahwa AIR tidaklah cukup untuk
mensucikan diri secara menyeluruh. AIR hanya mampu menggelontor kotoran LAHIR
semata! Maka Gatholoco menyatakan, apa yang hendak aku gunakan untuk
men-sucikan diri ini? Jikalau memakai AIR, bukankah JASAD FISIK atau STHULA
SARIIRA ini berasal dari unsur AIR. Jikalau memakai API, bukankah JASAD FISIK
atau STHULA SARIIRA ini juga berasal dari unsur API. Pun jikalau memakai ANGIN,
bukankah JASAD FISIK atau STHULA SARIIRA inipun berasal dari unsur ANGIN?
Begitu juga jika hendak disucikan dengan TANAH, bukankah JASAD FISIK atau
STHULA SARIIRA inipun berasal dari unsur TANAH?
Keempat Unsur yang disebutkan Gatholoco, umum dipahami sebagai empat
pembentuk JASAD FISIK manusia. Empat unsur Alam yang sangat vital, yaitu
TANAH/LOGAM (PRTIWI), AIR (APAH), API/CAHAYA (TEJA) dan ANGIN (WAYU) .
Namun sesungguhnya ada satu unsur lagi yang juga sangat vital membentuk
JASAD FISIK manusia, yaitu RUANG (AKASHA). Tanpa ada RUANG, maka tidak akan ada
celah dan rongga dalam susunan anatomi JASAD FISIK. Sesungguhnya unsur RUANG
menempati bagian yang penting. Dan RUANG menurut Weda, masih juga dikategorikan
sebuah MATERI! Masih merupakan BENDA FISIK! Para saintis modern telah pula
mulai melakukan pengujian untuk membuktikan hipotesa bahwa RUANG masih juga
merupakan MATERI.
Semesta ini terus mengembang. Terus membentuk ciptaan-ciptaan baru.
Kemanakah segala benda ciptaan itu mengembang kalau tidak menuju RUANG.
Berarti, begitu Semesta ini mengembang, maka akan terus tercipta RUANG baru!
Jauh-jauh hari, sebelum manusia modern bisa membuktikan bahwa semesta
ini terus mengembang, dalam Weda telah disebutkan secara jelas tanpa harus
ditafsir-tafsirkan lagi :
“Semoga Brahman, yang bagaikan laba-laba dengan jejaringnya yang terus
keluar dari dalam diri-Nya, yang dihasilkan oleh PRADHANA/PRAKRTI-Nya, sehingga
terus tercipta Alam Semesta ini, berkenan memberikan berkah kepada kami,
sehingga kami dapat kembali menyatu dengan-Nya.”
(Swetaswatara Upanishad:6:10)
Namun teori yang menyatakan bahwa RUANG termasuk dalam unsur vital
pembentuk JASAD FISIK, tidak begitu bisa dipahami oleh masyarakat Jawa setelah
ajaran Shiwa Buddha meninggalkan Pulau Jawa. Sampai detik ini, masyarakat Jawa
sudah terbiasa meyakini hanya ada empat unsur vital pembentuk JASAD FISIK
manusia yaitu, TANAH/LOGAM (Sanskerta : PRTIWI, Jawa : BUMI), AIR (Sanskerta :
APAH, Jawa : BANYU), API/CAHAYA (Sanskerta : TEJA, Jawa : GENI), UDARA
(Sanskerta WAYU, Jawa : ANGIN). Sedangkan RUANG (AKASHA), terlupakan.
Masyarakat Bali masih bisa memahami. Mereka mengenalnya dengan istilah
PANCA MAHA BHUTA (LIMA MAHA UNSUR MAKHLUK)!
Dan Gatholoco, tidak menyinggung tentang unsur RUANG karena dia tengah
berdialog dengan masyarakat Jawa pasca Majapahit runtuh! Bahkan mereka yang
tengah berdialog dengan Gatholoco ini, hanya mengenal keyakinan bahwa manusia
tercipta dari AIR dan TANAH saja!
3. Pupuh II,
Dandanggula, Pada (Syair) 21 :
Asal banyu yêkti adus warih, dimen suci iku
badanira, Gatholoco sru saure, Sira santri tan urus, yen suciya sarana warih,
sun kungkum sangang wulan, ora kulak kawruh, satêmêne bae iya, ingsun adus
Tirta Tekad Suci Êning, ing tyas datan kaworan.
Tubuhmu berasal dari cairan (sperma) sudah layak jika mandi menggunakan
air, agar suci dirimu itu, Gatholoco lantang menjawab, Kalian santri bodoh!
Jikalau bisa suci karena mandi dengan air, aku akan berendam selama sembilan
bulan saja, tidak perlu mencari ilmu (Ke-Tuhan-an), ketahuilah bahwa
sesungguhnya, aku telah mandi Air Tekad Suci yang Jernih, yaitu jernihnya hati
tanpa dikotori oleh.
AIR masih juga dianggap sebagai sarana mutlak sebagai alat pensuci.
Gatholoco tertawa dan menjawab dengan cerdas. Jikalau memang hanya dengan
memakai AIR aku bisa menjadi suci, bukankah lebih baik aku berendam selama
sembilan bulan saja, tidak perlu mencari ilmu Ke-Tuhan-an? Pensuci yang
sesungguhnya, tak lain adalah TIRTA TEKAD SUCI ÊNING (AIR TEKAD SUCI JERNIH) .
Sebuah AIR ABSTRAK YANG KELUAR DARI TEKAD UNTUK MENSUCIKAN DAN MENJERNIHKAN
SEGALA KEKOTORAN BATIN MANUSIA! ITULAH AIR YANG BISA MENGGELONTOR SELURUH
KEKOTORAN BATIN!
4. Pupuh II,
Dandanggula, Pada (Syair) 28 :
Gatholoco anauri malih, Yen mangkono isih lumrah janma, ora kinaot
arane, beda kalawan Ingsun, kabeh iki isining bumi, sakurêbing akasa, dadi
darbek-Ingsun, kang anyar sarwa gumêbyar, Sun kon nganggo marang sanak-sanak
mami, Ngong trima nganggo ala.
Gatholoco menyahuti lagi, Jikalau begitu jelas kalian hanya manusia
lumrah, bukan manusia pilihan namanya, berbeda dengan-Ku, sesungguhnya semua
yang ada dibumi, dan yang ada dibawah langit, adalah milik-Ku, yang baru dan
gemerlap, sengaja Aku berikan kepada saudara-saudaraku (semua makhluk hidup),
Aku rela memakai yang jelek-jelek saja.
Atma adalah Percikan Brahman. Semesta ini adalah materi baru yang
tercipta dari proses ‘Persempitan ke-Mutlak-an Brahman’.
Atma adalah percikan. Semesta adalah ciptaan. Atma tak berawal dan
berakhir. Langgeng abadi. Semesta ini mempunyai awal dan akhir. Tiada abadi.
Makanya Semesta ini disebut pula sebagai ALAM MAYA!
Jika Atma dan Brahman itu sesungguhnya adalah SATU KESATUAN TUNGGAL,
maka seluruh benda ciptaan ini sesungguhnya adalah milik Sang Atma juga.
Manakala dalam kenyataannya, kini Sang Atma kadangkala tidak mampu
menikmati apa yang sesungguhnya merupakan milik-nya sendiri diseluruh Semesta
raya ini, hal itu dikarenakan Sang Atma tengah terikat oleh Buah Karma-nya! Buah
Karma yang dibuat-nya dan harus dinikmati-nya sendiri! Jika Sang Atma telah
lepas dari jeratan Buah Karma, maka Sang Atma akan kembali memperoleh KESADARAN
PURNA-NYA, KESADARAN MUTLAK-NYA. Sang Atma akan mampu merengkuh kembali segala
milik-nya tanpa harus dibatasi lagi oleh takdir. Takdir yang sesungguhnya dia
buat sendiri tanpa disadari!
Seluruh PEMIKIRAN (MANASIKA) Sang Atma, seluruh UCAPAN (WACIKA) Sang
Atma, seluruh TINDAKAN (KAYIKA) Sang Atma, sesungguhnya adalah aktifitas
pembuatan sebuah takdir bagi diri Sang Atma sendiri. Jika seluruh PEMIKIRAN,
UCAPAN dan PERBUATAN Sang Atma cenderung positif, Sang Atma sesungguhnya telah
menguntai takdir positif bagi diri-nya. Jika seluruh PEMIKIRAN, UCAPAN dan
PERBUATAN Sang Atma cenderung negatif, sesungguhnya Sang Atma telah menguntai
takdir negatif pula bagi diri-nya sendiri. Takdir bukan dibuat oleh Tuhan dari
atas langit sana! Tidak ada Malaikat yang bertugas mencatat takdir anda! Yang
ada, seluruh aktifitas anda yang keluar dari PEMIKIRAN, UCAPAN dan PERBUATAN,
secara otomatis terekam oleh PRAKRTI! Terekam oleh ALAM! Dan Alam yang akan
menumbuhkan buahnya, BAIK maupun BURUK, tergantung apa yang anda tanam!
MALAIKAT ITU TAK LAIN ADALAH ALAM ITU SENDIRI! Sadari itu!
Dan buah perbuatan anda (Karmaphala ; Karma : Perbuatan, Phala : Buah)
tidak bisa tidak, harus kembali kepada anda! Siapa yang menanam akan memetik!
Siapa yang menabur angin akan menui badai! Tidak ada orang yang akan
menggantikan! Dalam ungkapan Al-Qur’an sangat indah dinyatakan : SETIAP ORANG
AKAN MEMIKUL DOSANYA SENDIRI! WALAUPUN ITU SEKECIL DZARROH (DEBU)!
Dan jika Sang Atma telah mampu terlepas dari ikatan samsara, terlepas
dari lingkaran ‘penanaman’ dan ‘penuaian’ hasil aktifitas yang terus menerus
tiada henti tersebut, sesungguhnya Sang Atma akan kembali memiliki segala apa
yang ada di seluruh semesta raya ini!
Inilah maksud Gatholoco! Dan manusia-manusia semacam Gatholoco,
sesungguhnya telah mampu ‘memenuhi segala apa yang dikehendakinya’. Namun
apalah arti dunia bagi manusia-manusia semacam dia! Karena KESADARAN PURNA yang
telah dicapainya, tidak bisa dibandingkan dengan seluruh kenikmatan dan
gemerlapnya duniawi! KESADARAN PURNA lebih GEMERLAP DAN NIKMAT daripada segala
macam gemerlap dan kenikmatan duniawi yang gampang menguap bagai embun di pagi
hari!
5. Pupuh II,
Dandanggula, Pada (Syair) 29 :
Apan Ingsun trima nganggo iki, pêpanganan ingkang enak-enak, kang lêgi
gurih rasane, pêdhês asin sadarum, Sun kon mangan mring sagung janmi, ingkang
sinipat gêsang, dene Ingsun amung, ngawruhi sadina-dina, Sun tulisi sastrane
salikur iji, Sun simpên jroning manah.
Cukuplah Aku memakan yang ini saja, segala makanan yang enak-enak, yang
manis gurih rasanya, pedas dan asin semuanya, Aku berikan untuk dimakan oleh
seluruh manusia, dan semua makhluk yang bersifat hidup, sedangkan Aku hanyalah,
meneliti setiap hari, Ku catat dalam sebuah sastra sebanyak Duapuluh Satu buah
(angka Dua melambangkan mereka yang masih terikat Dualitas duniawi, angka Satu
melambangkan mereka yang telah lepas dari Dualitas duniawi. Manusia yang
Kesadarannya tinggi, mampu meneliti dan mengamati kedua jenis tingkatan
kesadaran para manusia tersebut. Inilah makna Sastra Salikur Iji atau Sastra
Duapuluh Satu yang dimaksud Gatholoco), dan Aku simpan didalam hati.
Manusia yang telah mencapai KESADARAN PURNA, maka KASIH yang ada didalam
dirinya meluap-luap bagai gelombang samudera! Dia akan terus mendaur ulang
segala unsur-unsur ekstrim Alam yang hendak mengacaukan ke-stabil-an semesta
sebagai tempat yang masih harus ada.
Tempat yang masih harus ada sebagai media ber-evolusi bagi Atma-Atma
yang masih belum mencapai KESADARAN PURNA!
Manusia-manusia yang telah mencapai KESADARAN PURNA, selain terus
‘membantu proses ke-stabil-an’ semesta, kadang pula mereka akan membimbing
Atma-Atma lain, memandu secukupnya, dengan tidak meninggalkan kemandirian dari
mereka yang tengah di bimbing! Nabi Khidir, Babaji Maha Avatar, Semar, dll
adalah contoh-contoh dari sosok manusia-manusia suci pembimbing ini!
Mereka akan mengamati, mana saja para Atma yang mulai mampu lepas dari
Dualitas Duniawi, dilambangkan dengan angka SATU, dan mana saja para Atma yang
masih saja terus terikat dalam Dualitas Duniawi, dan dilambangkan dengan angka
DUA.
Inilah makna ucapan Gathoooco yang selalu mengamati seluruh Atma,
dicatat dalam Sastra yang disebut SASTRA SALIKUR IJI atau SASTRA DUA PULUH
SATU. DUA melambangkan mereka-mereka yang masih terikat Dualitas Duniawi dan
belum saatnya mendapat bimbingan dari Manusia-Manusia Berkesadaran Purna. SATU
melambangkan mereka-mereka yang mulai bisa lepas dari Dualitas Duniawi dan
sudah saatnya dibimbing oleh Manusia-Manusia Berkesadaran Purna seperti
Gatholoco!
6. Pupuh II,
Dandanggula, Pada (Syair) 30 :
Ingsun dhewe mangan sabên ari, Ingsun milih ingkang luwih panas, sarta
ingkang pait dhewe, najise dadi gunung, kabeh gunung ingkang ka-eksi, mulane
kang bawana, padha mêtu kukus, tumuse gêni Sun pangan, ingkang dadi padhas watu
lawan curi, klelet ingkang sun pangan.
Yang Ku-makan setiap hari, Ku-pilih yang sangat panas, dan yang
terlampau pahit (maksudnya semua unsur-unsur negatif Alam yang terlalu
ekstrim), kotoran (batin)-Ku menjadi gunung, seluruh gunung yang terlihat,
(maksudnya, semua unsur negatif yang terlalu ekstrim dari Alam, mampu didaur
ulang menjadi unsur yang lebih positif melalui olah batin dari manusia-manusia
yang berkesadaran tinggi. Dilambangkan dengan keberadaan sebuah gunung yang
menyimpan api menakutkan, namun lava dari gunung berapi, sangat bermanfaat
menyuburkan tanah, sehingga tanaman apapun akan gampang tumbuh disekeliling
gunung berapi. Jelasnya, dari sesuatu yang menakutkan semacam gunung berapi,
mampu didaur ulang menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi manusia. Begitu
pula proses daur ulang yang secara tidak disadari telah dilakukan oleh
manusia-manusia berkesadaran tinggi semacam Gatholoco kepada semua unsur
negatif alam yang terlalu ekstrim), apa sebabnya dunia diliputi asap saja
(maksudnya, banyak unsur api terlampau ekstrim yang sesungguhnya melingkupi
dunia ini, namun berkat manusia-manusia yang penuh kesadaran semacam Gatholoco,
secara tidak sengaja, mereka-mereka ini menyerap unsur api yang terlalu ekstrim
tersebut dan didaur ulang menjadi unsur api positif yang lebih bermanfaat. Jika
tidak ada manusia-manusia berkesadaran tinggi semacam Gatholoco, dapat
dipastikan, meteor-meteor raksasa dan hal-hal ekstrim lainnya, akan menghantam
dan mengacaukan bumi tanpa ada penghalang lagi! Sadarilah ini!), sebab api
telah Aku makan, kotoran (batin)-Ku menjadi batu cadas (seperti halnya
dipilihnya ‘Gunung’ sebagai sebuah perumpamaan proses pendaur ulang-an unsur
ektrim Alam agar menjadi lebih bermanfaat, ‘Batu Cadas’ dipilih pula karena
identik dengan kekokohan, sesuatu yang kokoh kuat. Maksudnya jelas, unsur
ekstrim alam, bisa diubah menjadi sesuatu yang stabil demi keberlangsungan
semesta sebagai tempat berevolusi. Berterima kasihlah kepada manusia-manusia
berkesadaran tinggi seperti Gatholoco!) Aku cukup memakan candu ini. (maksudnya
candu spiritualitas)
Uraian diatas saya kira sudah cukup jelas. Dengan penambahan sedikit.
Sosok-sosok Manusia Berkesadaran Tinggi seperti Gatholoco, hingga detik ini,
dan sampai nanti jika Para Atma masih banyak yang belum terseberangkan dari
lautan Dualitas Duniawi, akan selalu ada dan hadir! Walau jumlah mereka akan
berkurang dan bertambah, sesuai dengan siklus perputaran Jaman (Yuga). Dalam
Jaman Kali Yuga ini, mereka akan semakin berkurang. Banyak dari mereka-mereka
yang akan MELEBUR DENGAN SUMBER ABADI SEMESTA! Pada Jaman Satya Yuga kelak,
jumlah mereka akan bertambah. Jumlah mereka bertambah karena banyak para
Atma-Atma baru dari Jaman Kali Yuga yang meningkat KESADARANNYA!
Manusia-Manusia Suci seperti mereka bukanlah monopoli agama tertentu!
Karena mereka telah lepas dari Dualitas Duniawi.
Status agama ‘A’atau ‘B’, adalah status DUNIAWI! Bagaimana bisa mereka
membimbing kita melepaskan diri dari ikatan Dualitas Duniawi jikalau mereka
sendiri masih terikat dengan status keduniawian?
SESUNGGUHNYA MEREKA-MEREKA TELAH TERLEPAS DARI SEGALA MACAM STATUS,
ATRIBUT DAN TETEK BENGEK BENDERA DUNIAWI! JANGAN MENJADI BODOH DENGAN
MEMPERCAYAI SEBUAH KEYAKINAN BAHWA MANUSIA YANG TELAH MENCAPAI KESEMPURNAAN
SEPERTI GATHOLOCO MASIH JUGA MENJADI MILIK AGAMA ‘A’ ATAU ‘B’!
PARA MANUSIA ILLAHI SEMACAM GATHOLOCO AKAN TERTAWA MELIHAT KEKONYOLAN
KEYAKINAN SEMACAM ITU!
7. Pupuh II,
Dandanggula, Pada (Syair) 31 :
Sadurunge Ingsun ngising najis, gunung iku yêkti durung ana, benjang
bakal sirna maneh, lamun Ingsun wus mantun, ngising tai mêtu têka silit,
titenana kewala, iki tutur-Ingsun, Guru tiga duk miyarsa, gya micara astane
sarwi nudingi, Layak kuru tan pakra.
Sebelum Aku membuang kotoran (batin), seluruh gunung belumlah tercipta
(maksudnya, dunia tidak akan stabil sebagai tempat yang sesuai bagi proses evolusi
jiwa jika tidak ada manusia-manusia berkesadaran tinggi yang mampu mendaur
ulang unsur-unsur ekstrim Alam seperti Gatholoco), kelak akan sirna kembali,
jika Aku sudah tidak lagi, membuang kotoran lewat dubur, nyatakanlah kelak, apa
yang Aku katakan ini. (maksudnya jika manusia-manusia yang berkesadaran tinggi
hilang dari muka bumi, dapat dipastikan kiamat dunia akan tercipta!). Ketiga
Guru begitu mendengar, segera berkata sembari menuding, Makanya kurus kering
tidak lumrah manusia (tubuhmu).
Gatholoco hanya sekedar menegaskan, bahwa tanpa adanya Manusia-Manusia
Berkesadaran Tinggi, Manusia-Manusia Illahi, yaitu Manusia-Manusia yang
Merupakan Perwujudan Illahi, kestabilan semesta tidak akan tercipta. Jika Para
Sadhu (Manusia Sempurna) seperti mereka mulai berkurang, maka dapat dipastikan,
kekacauan semesta akan tercipta. Dan pada puncak chaos yang sedemikian, maka
akan lahirlah seorang Buddha (Yang Tersadarkan) , seorang Awatara (Perwujudan
Illahi) , seorang Mesias (Juru Selamat) , seorang Nabi (Manusia pilihan Tuhan)
, yang akan kembali menstabilkan semesta diakhir Jaman Kali Yuga kelak!
Dalam Hindhuisme, Kalki Awatara kelak akan turun untuk menghancurkan
Asura Kali dan mengakhiri Jaman Kali Yuga menuju ke Jaman Satya Yuga kembali.
Dalam Buddhisme, Buddha Maitreya kelak akan turun manakala Dhamma sudah
terlupakan! Dalam Kristianisme, Jesus akan turun untuk menghancurkan Lucifer
dan mengakhiri dunia lama menuju dunia baru. Saat itulah Armagedon tengah
tercipta! Dalam keyakinan Islam, Nabi Isa a.s. kelak akan turun untuk
menghancurkan Dajjal!
Kalki, Maitreya, Jesus, Isa, apakah mereka pribadi yang beda? Mengapa
masih ngotot menunjukkan keyakinannya sendiri yang paling benar? Sampai
dibela-belain menumpahkan darah segala?
Sadarlah saudaraku!
8. Pupuh II,
Dandanggula, Pada (Syair) 32 :
Gatholoco sigra anauri, Mila ingsun kurune kalintang, krana nurut mring
karsane, Gusti Jêng Nabi Rasul, sabên ari ingsun turuti, tindak mênyang
ngêpaken, awan sore esuk, mundhut candhu lawan madat, dipun dhahar kalawan
dipun obongi, Allah kang paring wikan.
Gatholoco segera menjawab, Tubuhku kurus disebabkan, karena menuruti
perintah, Gusti (Kang)jêng Nabi Rasul(lullah), setiap hari aku turuti,
bertandang ke tempat madat, siang sore pagi, mengambil candu dan madat, dimakan
langsung maupun dibakar lalu dihisap, Allah yang memberikan ijin. (Maksudnya
Kangjêng Nabi Rasul dalam kesadaran Gatholoco, bukanlah Nabi Muhammad,
melainkan Ruh-nya sendiri, Atma-nya sendiri. Suara Atma, suara Ruh, yang sering
diistilahkan dengan SUARA NURANI, memerintahkan manusia-manusia seperti
Gatholoco untuk terus mabuk spiritual, agar terus ke-Candu-an dengan
Ke-Illahi-an. Dan Allah-pun me-ridloi!)
Ruh ini, Atma ini, adalah Utusan, adalah Rasul yang sesungguhnya!
Sebejat apapun manusia, searogan apapun manusia, sekejam dan sejahat apapun
manusia, se-psikopat apapun manusia, pasti masih memiliki rasa bersalah! Dan
rasa bersalah itu berasal dari SUARA RUH KITA! INILAH YANG SERING DIISTILAHKAN
DENGAN SUARA HATI NURANI!
Masih terngiangkah anda semua dengan teriakan Jesus bahwa Dia datang
bukan dengan hukum Taurat Musa, tapi Dia datang dengan Hukum Roh? Apakah itu?
Tak lain adalah HUKUM YANG BERASAL DARI SUARA ROH. SUARA HATI NURANI!
Masih ingatkah anda sabda Bhagawan Manu melalui Bhagawan Bregu yang
menyatakan bahwa ATMANASTUTI (SUARA ATMA) adalah Hukum tertinggi, bahkan
melebihi Weda sekalipun?
Lantas mengapakah anda memaksakan memberlakukan sebuah Hukum jika NURANI
anda sendiri memberontak karenanya? Nurani anda adalah KEJUJURAN MURNI. Anda
bisa menipu orang lain. Anda bisa menang berpekara dengan orang lain walau
sebenarnya anda dipihak yang salah. Namun dalam kesendirian, pasti akan
terdengar suara Ruh anda yang mengatakan bahwasanya sesungguhnya akulah yang
salah. Ada sesal, ada kasihan dan ada rasa bersalah! Walaupun rasa itu kadang
dengan mahirnya kita tepiskan melalui pembenaran-pembenaran dari Pikiran liar
kita! Jika kita terbiasa menepis SUARA RUH, SUARA NURANI, anda akan menjadi
orang MUNAFIK SEJATI! Manusia bisa membohongi manusia lain, tapi sesungguhnya
tidak ada manusia yang bisa membohongi DIRINYA SENDIRI!
Dengan meditasi, volume SUARA NURANI ini akan semakin keras terdengar!
Dengan membiasakan sikap KASIH kepada sesama, volume SUARA RUH ini-pun akan
semakin nyaring! Dan dengan membiasakan mengikuti SUARA ini, dapat dipastikan
anda telah berada dijalan yang benar!
Suara tersebut sebenarnya adalah SUARA ANDA YANG SEJATI. YAITU ANDA YANG
LEPAS DARI KUNGKUNGAN KESADARAN RELATIF, PIKIRAN RELATIF, PERASAAN RELATIF DAN
MEMORY RELATIF ANDA!
Sadarilah, selama ini anda hidup dengan Kesadaran, Pikiran, Perasaan dan
Memory Relatif anda. Anda belum hidup dalam ROH!
Jesus Kristus, focus membahas tentang hal ini! Anda selama ini tengah
hidup dalam DAGING!! Dan anda sesungguhnya bukanlah DAGING! Anda adalah ROH!
Siapa yang mengikuti kemauan DAGING, dia akan hidup ditengah orang-orang mati!
Yaitu kegelapan kesengsaraan duniawi. Terikat proses kelahiran dan kematian
yang tiada henti. Dunia yang penuh gemeretak-nya gigi karena kesedihan! Dunia
dibawah KUASA GELAP IBLIS yang tak lain sesungguhnya adalah KUASA DUALITAS DARI
PRAKRTI! Siapa yang HIDUP DALAM ROH, dia patut bersuka cita. Karena pembebasan
akhir menuju KEDIAMAN BAPA, yaitu KERAJAAN ALLAH, telah nyata! Inilah maksud
Sang Mesias!
Weda jauh-jauh hari telah menegaskan bahwa ANDA SESUNGGUHNYA BUKANLAH
KESADARAN RELATIF ITU, ANDA BUKANLAH PIKIRAN, ANDA BUKANLAH PERASAAN, ANDA
BUKANLAH MEMORY, ANDA BUKANLAH TUBUH FISIK ITU. ANDA ADALAH ATMA!
Dan Gatholoco membahasakan bahwa Ruh-kita ini-lah, Atma-kita inilah Sang
Utusan! Dan Sang Utusan memerintahkan dia untuk terus menikmati candu
spiritualitas!
Puri Damar Shashangka
Posting Komentar