SERAT GATHOLOCO (3)
Diambil dari naskah
asli bertuliskan huruf Jawa
yang disimpan oleh
PRAWIRATARUNA.
Digubah ke aksara Latin
oleh :
RADEN TANAYA
18. Rehning ingsun tan dadi
priyayi, mung jênêngku jênêng Wadi Mulya, supaya turunku têmbe, dadi priyayi
agung, Abdul Jabar angucap bêngis, Dhapurmu kaya luwak, nganggo sira ngaku,
lamun Sujatine Lanang, Gatholoco gumujêng alon nauri, Ucapku nora salah.
Walaupun aku bukan priyayi (bangsawan), akan tetapi namaku adalah
Rahasia Mulia, supaya kelak para keturunanku, akan menjadi priyayi (bangsawan)
besar (maksud Gatholoco, bangsawan spiritualitas), Abdul Jabar berkata bengis,
Rupamu saja seperti Luwak (binatang sejenis musang yang berwujud jelek)!
Bisa-bisanya mengaku, sebagai Sujatine Lanang (Sejatinya Lelaki), Gatholoco
tertawa dan menjawab pelan, Ucapanku tidak salah.
19. Ingsun
ngaku wong Lanang Sujati, basa Lanang Sujati têmênan, wadiku apa dhapure, Sujati
têgêsipun, ‘ingSUn urip tan nêJA maTI’, Guru tiga angucap, Dhapurmu lir antu,
sajêge tan kambon toya, Gatholoco macucu nulya mangsuli, Ewuh kinarya siram.
Aku mengaku sebagai Lanang Sujati (Lelaki Sejati), arti dari Lanang
Sujati (Lelaki Sejati) sesungguhnya adalah, aku disebut LANANG karena memahami
Rahasia Mulia barang (penis)-ku, sedangkan SUJATI (Sejati) artinya ‘ingSUn urip
tan nêJA ma TI’ (Aku Yang Hidup Tak Dapat Mati Selamanya). Ketiga Guru berkata,
Rupamu seperti hantu, tak pernah tersentuh air, Gatholoco cemberut lantas
menjawab, Aku bingung hendak mandi dengan apa.
20. Upamane
ingsun adus warih, badaningsun wus kaisen toya, kalamun adus gênine, jro badan
isi latu, yen rêsika sun gosok siti, asline saking lêmah, sun dus-ana lesus,
badanku sumbêr maruta, tuduhêna kinarya adus punapi, ujarnya Guru tiga.
Jikalau aku harus mandi menggunakan air, tubuhku sudah penuh dengan
unsur air, jikalau harus mandi menggunakan api, didalam badan penuh unsur api,
jikalau harus membersihkan diri dengan menggunakan tanah, sudah jelas daging
ini berasal dari tanah, aku mandi menggunakan angin leysus, badanku sumber dari
angin, beritahu kepadaku apa yang harus aku pakai untuk mandi? Ketiga Guru
menjawab.
21. Asal banyu
yêkti adus warih, dimen suci iku badanira, Gatholoco sru saure, Sira santri tan
urus, yen suciya sarana warih, sun kungkum sangang wulan, ora kulak kawruh,
satêmêne bae iya, ingsun adus Tirta Tekad Suci Êning, ing tyas datan kaworan.
Tubuhmu berasal dari cairan (sperma) sudah layak jika mandi menggunakan
air, agar suci dirimu itu, Gatholoco lantang menjawab, Kalian santri bodoh!
Jikalau bisa suci karena mandi dengan air, aku akan berendam selama sembilan
bulan saja, tidak perlu mencari ilmu (Ke-Tuhan-an), ketahuilah bahwa
sesungguhnya, aku telah mandi Air Tekad Suci yang Jernih, yaitu jernihnya hati
tanpa dikotori oleh.
22. Bangsa
salah kang kalêbu ciri, iya iku adusing manusa, ingkang sabênêr-bênêre, Kyai
Guru sumaur, Wong dhapure lir kirik gêring, sapa ingkang pracaya, nduwe pikir
jujur, sira iku ingsun duga, ora nduwe batal karam mêkruh najis, wêruhmu amung
halal.
Segala macam perbuatan yang salah, itulah mandi yang sesungguhnya bagi
manusia, mandi yang sebenar-benarnya mandi, Kyai Guru menyahut, Rupamu saja
seperti kirik gêring (anjing penyakitan), siapa yang bakalan mempercayai, jika
kamu memiliki kejujuran? Jika tak salah dugaanku, kamu pasti tidak mengenal
peraturan tentang batal haram makruh najis, yang kamu ketahui hanya halal saja.
23. Najan arak
iwak celeng babi, anggêr doyan mêsthi sira pangan, ora wedi durakane, Gatholoco
sumaur, Iku bênêr tan nganggo sisip, kaya pambatangira, najan iwak asu, sun
titik asale purwa, lamun bêcik tan dadi sêriking janmi, najan babi celenga.
Walaupun arak daging celeng dan babi, asal kamu doyan pasti kamu makan,
tidak takut dosa, Gatholoco menyahut, Benarlah dan tidak salah, semua dugaanmu
kepadaku itu, walaupun daging anjing, aku teliti asal usulnya, manakala
diperoleh dengan jalan yang tidak menyakiti sesama manusia, begitupun juga
walau daging babi dan celeng.
24. Ngingu
dhewe awit saking cilik, sapa ingkang wani nggugat mring wang, halal-e
ngungkuli cêmpe, sanajan iwak wêdhus, yen asale srana tan bêcik, karam lir iwak
sona, najan babi iku, tinilik kawitanira, yen purwane ngingu dhewe awit gênjik,
luwih saking maenda.
Apabila didapat dari hasil beternak sendiri (bukan hasil curian), siapa
yang bakalan berani melarangku (untuk memakannya)? Halal-nya melebihi daging
kambing, walaupun daging kambing, jika diperoleh dengan jalan tidak baik, itu
haram melebihi daging anjing, telitilah asal usulnya, jika daging tersebut berasal
dari binatang yang kita pelihara sendiri semenjak kecilnya, halal-nya melebihi
kambing!
25. Najan
wêdhus nanging nggonmu maling, luwih babi iku karam-ira, najan mangan iwak
celeng, lamun asale jujur, mburu dhewe marang wanadri, dudu celeng colongan,
halal-e kalangkung, sanajan iwak maesa, yen colongan luwih karam saking babi,
ujarnya Guru tiga.
Walaupun kambing namun hasil dari mencuri, melebihi babi itu haram-nya,
walaupun memakan daging celeng, tapi jika diperoleh dengan cara yang jujur,
berburu sendiri dihutan, bukan celeng curian, halal-nya luar biasa, walaupun
daging kerbau, namun hasil curian lebih haram dari babi, Ketiga Guru berkata.
26. Luwih halal
padune si Bêlis, pantês têmên uripmu cilaka, kamlaratan salawase, tan duwe
bêras pantun, sandhangane pating saluwir, kabeh amoh gombalan, sajêge tumuwuh,
ora tau mangan enak, ora tau ngrasakake lêgi gurih, kuru tan darbe wisma.
Memang halal menurut Iblis! Pantas jika hidupmu celaka, melarat
selamanya, tak memiliki makanan cukup, busana-pun compang camping, semua hanya
gombal lusuh, selama hidup, tak pernah memakan makanan enak, tidak pernah
menikmati rasa manis dan gurih, makanya kurus kering dan tak memiliki rumah.
27. Gatholoco
ngucap anauri, Ingkang sugih sandhang lawan pangan, pirang kêthi momohane,
kalawan pirang tumpuk, najis ingkang sira simpêni, Guru tiga duk myarsa, gumuyu
angguguk, Sandhangan ingkang wus rusak, awor lêmah najisku kang tibeng bumi,
kabeh wus awor kisma.
Gatholoco menjawab, Yang kaya akan busana dan makanan, berapa peti
jumlah busananya, berapa tumpuk persediaan makanannya, itu najis jika cuma kamu
simpan sendiri, Ketiga Guru begitu mendengar, seketika tertawa geli, Pakaian
yang sudah kotor dan jelek, kami jadikan satu ditanah bersama kotoranku, semua
sudah kubuang menjadi satu ke tanah! (Lantas mana yang disebut najis dalam hal
semua pakaian yg kumiliki?)
28. Gatholoco
anauri malih, Yen mangkono isih lumrah janma, ora kinaot arane, beda kalawan
Ingsun, kabeh iki isining bumi, sakurêbing akasa, dadi darbek-Ingsun, kang
anyar sarwa gumêbyar, Sun kon nganggo marang sanak-sanak mami, Ngong trima
nganggo ala.
Gatholoco menyahuti lagi, Jikalau begitu jelas kalian hanya manusia
lumrah, bukan manusia pilihan namanya, berbeda dengan-Ku, sesungguhnya semua
yang ada dibumi, dan yang ada dibawah langit, adalah milik-Ku, yang baru dan
gemerlap, sengaja Aku berikan kepada saudara-saudaraku (semua makhluk hidup),
Aku rela memakai yang jelek-jelek saja.
29. Apan Ingsun
trima nganggo iki, pêpanganan ingkang enak-enak, kang lêgi gurih rasane, pêdhês
asin sadarum, Sun kon mangan mring sagung janmi, ingkang sinipat gêsang, dene
Ingsun amung, ngawruhi sadina-dina, Sun tulisi sastrane salikur iji, Sun simpên
jroning manah.
Cukuplah Aku memakan yang ini saja, segala makanan yang enak-enak, yang
manis gurih rasanya, pedas dan asin semuanya, Aku berikan untuk dimakan oleh
seluruh manusia, dan semua makhluk yang bersifat hidup, sedangkan Aku hanyalah,
meneliti setiap hari, Ku catat dalam sebuah sastra sebanyak Duapuluh Satu buah
(angka Dua melambangkan mereka yang masih terikat Dualitas duniawi, angka Satu
melambangkan mereka yang telah lepas dari Dualitas duniawi. Manusia yang
Kesadarannya tinggi, mampu meneliti dan mengamati kedua jenis tingkatan
kesadaran para manusia tersebut. Inilah makna Sastra Salikur Iji atau Sastra
Duapuluh Satu yang dimaksud Gatholoco), dan Aku simpan didalam hati.
30. Ingsun
dhewe mangan sabên ari, Ingsun milih ingkang luwih panas, sarta ingkang pait
dhewe, najise dadi gunung, kabeh gunung ingkang ka-eksi, mulane kang bawana,
padha mêtu kukus, tumuse gêni Sun pangan, ingkang dadi padhas watu lawan curi,
klelet ingkang sun pangan.
Yang Ku-makan setiap hari, Ku-pilih yang sangat panas, dan yang
terlampau pahit (maksudnya semua unsur-unsur negatif Alam yang terlalu
ekstrim), kotoran (batin)-Ku menjadi gunung, seluruh gunung yang terlihat,
(maksudnya, semua unsur negatif yang terlalu ekstrim dari Alam, mampu didaur
ulang menjadi unsur yang lebih positif melalui olah batin dari manusia-manusia
yang berkesadaran tinggi. Dilambangkan dengan keberadaan sebuah gunung yang
menyimpan api menakutkan, namun lava dari gunung berapi, sangat bermanfaat
menyuburkan tanah, sehingga tanaman apapun akan gampang tumbuh disekeliling
gunung berapi. Jelasnya, dari sesuatu yang menakutkan semacam gunung berapi,
mampu didaur ulang menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi manusia. Begitu
pula proses daur ulang yang secara tidak disadari telah dilakukan oleh
manusia-manusia berkesadaran tinggi semacam Gatholoco kepada semua unsur
negatif alam yang terlalu ekstrim), apa sebabnya dunia diliputi asap saja
(maksudnya, banyak unsur api terlampau ekstrim yang sesungguhnya melingkupi
dunia ini, namun berkat manusia-manusia yang penuh kesadaran semacam Gatholoco,
secara tidak sengaja, mereka-mereka ini menyerap unsur api yang terlalu ekstrim
tersebut dan didaur ulang menjadi unsur api positif yang lebih bermanfaat. Jika
tidak ada manusia-manusia berkesadaran tinggi semacam Gatholoco, dapat
dipastikan, meteor-meteor raksasa dan hal-hal ekstrim lainnya, akan menghantam
dan mengacaukan bumi tanpa ada penghalang lagi! Sadarilah ini!), sebab api
telah Aku makan, kotoran (batin)-Ku menjadi batu cadas (seperti halnya
dipilihnya ‘Gunung’ sebagai sebuah perumpamaan proses pendaur ulang-an unsur
ektrim Alam agar menjadi lebih bermanfaat, ‘Batu Cadas’ dipilih pula karena
identik dengan kekokohan, sesuatu yang kokoh kuat. Maksudnya jelas, unsur
ekstrim alam, bisa diubah menjadi sesuatu yang stabil demi keberlangsungan
semesta sebagai tempat berevolusi. Berterima kasihlah kepada manusia-manusia
berkesadaran tinggi seperti Gatholoco!) Aku cukup memakan candu ini. (maksudnya
candu spiritualitas)
31. Sadurunge
Ingsun ngising najis, gunung iku yêkti durung ana, benjang bakal sirna maneh,
lamun Ingsun wus mantun, ngising tai mêtu têka silit, titenana kewala, iki
tutur-Ingsun, Guru tiga duk miyarsa, gya micara astane sarwi nudingi, Layak kuru
tan pakra.
Sebelum Aku membuang kotoran (batin), seluruh gunung belumlah tercipta
(maksudnya, dunia tidak akan stabil sebagai tempat yang sesuai bagi proses
evolusi jiwa jika tidak ada manusia-manusia berkesadaran tinggi yang mampu
mendaur ulang unsur-unsur ekstrim Alam seperti Gatholoco), kelak akan sirna
kembali, jika Aku sudah tidak lagi, membuang kotoran lewat dubur, nyatakanlah
kelak, apa yang Aku katakan ini. (maksudnya jika manusia-manusia yang
berkesadaran tinggi hilang dari muka bumi, dapat dipastikan kiamat dunia akan
tercipta!). Ketiga Guru begitu mendengar, segera berkata sembari menuding,
Makanya kurus kering tidak lumrah manusia (tubuhmu).
32. Gatholoco
sigra anauri, Mila ingsun kurune kalintang, krana nurut mring karsane, Gusti
Jêng Nabi Rasul, sabên ari ingsun turuti, tindak mênyang ngêpaken, awan sore
esuk, mundhut candhu lawan madat, dipun dhahar kalawan dipun obongi, Allah kang
paring wikan.
Gatholoco segera menjawab, Tubuhku kurus disebabkan, karena menuruti
perintah, Gusti (Kang)jêng Nabi Rasul(lullah), setiap hari aku turuti,
bertandang ke tempat madat, siang sore pagi, mengambil candu dan madat, dimakan
langsung maupun dibakar lalu dihisap, Allah yang memberikan ijin. (Maksudnya
Kangjêng Nabi Rasul dalam kesadaran Gatholoco, bukanlah Nabi Muhammad,
melainkan Ruh-nya sendiri, Atma-nya sendiri. Suara Atma, suara Ruh, yang sering
diistilahkan dengan SUARA NURANI,
memerintahkan manusia-manusia seperti Gatholoco untuk terus mabuk spiritual,
agar terus ke-Candu-an dengan Ke-Illahi-an. Dan Allah-pun me-ridloi!)
33. Kangjêng
Rasul yen tan den turuti, muring-muring bangêt nggone duka, sarta bangêt
paniksane, ingsun tan bisa turu, Guru tiga samya nauri, Mung lagi tatanira,
Kangjêng Nabi Rasul, karsa tindak mring ngêpaken, Kangjêng Rasul pêpundhene
wong sabumi, aneng nagara Mekah.
Kangjêng Rasul(lullah) manakala tidak ditaati perintahnya, marah-marah
sangat berang, dan kejam menyiksa, membuat aku tak bisa tidur. (Maksud
Gatholoco, jika SUARA NURANI-nya yang berasal dari Ruh-nya sendiri, dari
Atma-nya sendiri tidak dia dengarkan, dampaknya akan terjadi konflik batin yang
berujung pada ketidaknyamanan diri, keresahan diri, sehingga membuat dia tidak
bisa tidur!) Ketiga Guru segera menjawab, Ucapan tidak pantas, mengatakan
Kangjêng Nabi Rasul(lullah), mengutus agar bertandang ketempat madat! Kangjêng
Rasul(lullah) adalah sosok yang diagungkan oleh seluruh manusia, berada di
negara Makkah!
34. Gatholoco
anauri aris, Rasul Mêkah ingkang sira sêmbah, ora nana ing wujude, wus seda
sewu taun, panggonane ing tanah Arbi, lêlakon pitung wulan, tur kadhangan laut,
mung kari kubur kewala, sira sêmbah jungkar-jungkir sabên ari, apa bisa tumêka.
Gatholoco menjawab pelan, Rasul yang ada di Mekkah yang kamu agungkan,
sudah tidak ada lagi wujudnya (Telah mencapai Kesempurnaan), sudah meninggal
seribu tahun yang lalu, makamnya di tanah Arab, perjalanan selama tujuh bulan
untuk kesana, harus menyeberangi lautan, sekarang hanya tinggal kuburannya
saja, kamu agungkan setiap hari sembari berjungkir balik, tidak mungkin beliau
menemuimu? (Nabi Muhammad telah mencapai Kesempurnaan. Sebelum mencapai tingkat
ini, beliau telah meninggalkan PETUNJUK bagi para pengikutnya, yaitu Al-Qur’an
dan Hadist demi pegangan sebagai acuan peningkatan Kesadaran mereka. Dari kedua
petunjuk ini, para pengikut beliau harus mampu meneladani, mengamalkan dan
HARUS MANDIRI! SEKALI LAGI, HARUS MANDIRI! KESADARAN TIDAK BISA DIBUAT OLEH
ORANG LAIN! MAKA NABI MUHAMMAD TIDAK AKAN MUNGKIN TERUS HADIR MEMBERIKAN
PETUNJUK, KARENA APA YANG TELAH BELIAU TINGGALKAN SUDAH CUKUP! BERSIKAPLAH
DEWASA! JANGAN KAYAK ANAK KECIL YANG TERUS MEREPOTKAN ORANG TUA! MANDIRILAH!
ITU MAKSUD GATHOLOCO! )
35. Sêmbahira
dadi tanpa kardi, luwih siya marang raganira, tan nêmbah Rasule dhewe, siya
marang uripmu, nêmbah Rasul jabaning dhiri, kabeh sabangsanira, iku nora urus,
nêbut Allah siya-siya, pating brêngok Allah ora kober guling, kabrêbêgên
suwara.
Pujianmu tiada guna, menyusahkan diri sendiri, tak mengagungkan Rasul
(Utusan) sendiri ( Rasul sendiri, maksudnya adalah Atma, Ruh, Percikan Tuhan
yang merupakan inti sari setiap makhluk! Ruh kita, Atma kita inilah UTUSAN YANG
SESUNGGUHNYA), menyia-nyiakan hidupmu, mengagungkan Rasul diluar diri, semua
orang yang sepertimu, tidak memahami yang sebenarnya (Disini sebenarnya sebuah
rahasia Sahadat Sejati telah diuraikan oleh Gatholoco,
YAITU…………………………………….-maaf saya belum berani menguraikan disini-…………………………………),
menyebut nama Allah dengan sia-sia, teriak-teriak membuat Allah tidak sempat
tidur, terganggu suara kalian yang sangat berisik (Ungkapan keprihatinan untuk
mengkritik kebiasaan mukmin awam yang suka beribadah disertai rasa pamer,
riya’. Ibadah tidak perlu ditunjuk-tunjukkan. Lakukan diam-diam. Tidak usah
berteriak-teriak! Itu maksud Gatholoco!)
36. Rasulullah
seda sewu warsi, sira bêngok saking wisma-nira, bok kongsi modot gulune, masa
bisa karungu, tiwas kêsêl tur tanpa kasil, Guru tiga angucap, Ujare cocotmu,
layak mêsum ora lumrah, anyampahi pêpundhene wong sabumi, Gatholoco manabda.
Rasulullah telah meninggal seribu tahun yang lalu, kamu teriaki dari
rumahmu (dengan harapan ditemui oleh beliau), walaupun sampai melar lehermu,
tidak akan berkenan hadir menemuimu? Hanya melelahkan diri sendiri tiada guna (
maksud Gatholoco hanya melelahkan diri sendiri dan tiada guna jika memuji nama
beliau dengan harapan agar ditemui dan mendapat tuntunan. Al-Qur’an dan Hadist,
itu sudah cukup beliau berikan bagi acuan peningkatan Kesadaran para pengikut
beliau!), Ketiga Guru berkata, Ucapan yang keluar dari cocot (bacot)-mu, adalah
ucapan orang bingung dan tidak sopan, menghina sesembahan manusia se-dunia!
Gatholoco berkata.
37. Bênêr mêsum
saking susah mami, kadunungan barang ingkang gêlap, awit cilik têkeng mangke,
kewuhan jawab-ingsun, yen konangan ingkang darbeni, supaya bisa luwar, ingsun
njaluk rêmbug, kapriye bisane jawab, aywa nganti kêna ukum awak mami, Guru tiga
miyarsa.
Memang benar aku bingung disebabkan karena keprihatinanku, karena
ketempatan barang yang bukan punyaku, semenjak aku kecil hingga sekarang ini,
sulit aku memberikan jawaban, manakala nanti ditanya oleh yang punya, agar aku
mampu terlepas dari masalah ini, bisakah aku meminta pendapat kalian,
bagaimanakah jawabanku, jangan sampai aku terkena hukuman, Ketiga Guru begitu
mendengar ucapan itu.
38. Asru ngucap
Nyata sira maling, ora pantês rembugan lan ingwang, sira iku wong munapek,
duraka ing Hyang Agung, lamun ingsun gêlêm mulangi, pakartine dursila, mring
panjawabipun, ora wurung katularan, najan ingsun datan anglakoni maling, yen
gêlêm mulangana.
Keras berkata Ternyata kamu maling! Tidak pantas meminta pendapat kami!
Kamu orang munafik! Berdosa kepada Hyang Agung! Jika kami sampai bersedia
memberikan pendapat, tidak urung bakal ketularan (dosanya)! Walaupun kami tidak
ikut mencuri, manakala bersedia memberikan pendapat.
39. Nalar
bangsat paturane maling, yêkti dadi melu kêna siksa, Gatholoco pamuwuse, Yen
sireku tan purun, amulangi mring jawab maling, payo padha cangkriman, nanging
pamintengsun, badhenên ingkang sanyata, lamun sira têlu pisan tan mangrêti,
guru tanpa paedah.
Sama saja menyetujui perbuatan bangsat seorang maling! Pasti akan ikut
terkena siksa! Gatholoco berkata, Apabila kalian tidak bersedia, memberikan
pemecahan masalah yang dihadapi seorang maling, baiklah mari kita bermain
teka-teki, akan tetapi permintaanku, jawablah sungguh-sungguh, jika kalian
bertiga tidak mampu menjawab, nyata kalian adalah Guru yang tiada guna!
40. Kyai Guru
samya anauri, Mara age saiki pasalna, cangkrimane kaya priye, manira arsa ngrungu,
yen wus ngrungu sayêkti bangkit, masa bakal luputa, ucapna den gupuh, angajak
cangkriman apa, sun batange dimen padha den sêkseni, santri murid nom noman.
Para Kyai Guru menyetujui, Baiklah sekarang berikan, teka-teki yang
seperti apa, kami akan mendengarkan, manakala sudah mendengar pasti akan paham,
dan tidak mungkin salah menjawab, cepat ucapkan, mengajak bermain teka-teki
yang seperti apa? Akan kami jawab dengan disaksikan, para murid santri yang
masih muda-muda (kata muda dlm bahasa Jawa adalah Anom, menandakan syair
berikutnya harus dilagukan dengan irama Sinom).
Damar Shashangka
Damar Shashangka
Posting Komentar