Kejawen
(bahasa Jawa Kejawèn) adalah sebuah kepercayaan yang terutama dianut di pulau
Jawa oleh suku Jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di Jawa. Kejawen
hakikatnya adalah suatu filsafat dimana keberadaanya ada sejak orang Jawa
(Bahasa Jawa: Wong Jawa, Krama: Tiyang Jawi) itu ada. Hal tersebut dapat
dilihat dari ajarannya yang universal dan selalu melekat berdampingan dengan
agama yang dianut pada zamannya. Kitab-kitab dan naskah kuno Kejawen tidak
menegaskan ajarannya sebagai sebuah agama meskipun memiliki laku. Kejawen juga
tidak dapat dilepaskan dari agama yang dianut karena filsafat Kejawen
dilandaskankan pada ajaran agama yang dianut oleh filsuf Jawa.
Sejak dulu,
orang Jawa mengakui keesaan Tuhan sehingga menjadi inti ajaran Kejawen, yaitu
mengarahkan insan : Sangkan Paraning Dumadhi ("Dari mana datang dan
kembalinya hamba tuhan") dan membentuk insan se-iya se-kata dengan
tuhannya : Manunggaling Kawula lan Gusthi ("Bersatunya Hamba dan
Tuhan"). Dari kemanunggalan itu, ajaran Kejawen memiliki misi sebagai
berikut:
1. Mamayu Hayuning
Pribadhi (sebagai rahmat bagi diri pribadi)
2. Mamayu
Hayuning Kaluwarga (sebagai rahmat bagi keluarga)
3. Mamayu
Hayuning Sasama (sebagai rahmat bagi sesama manusia)
4. Mamayu
Hayuning Bhuwana (sebagai rahmat bagi alam semesta)
Berbeda dengan
kaum abangan kaum kejawen relatif taat dengan agamanya, dengan menjauhi
larangan agamanya dan melaksanakan perintah agamanya namun tetap menjaga
jatidirinya sebagai orang pribumi, karena ajaran filsafat kejawen memang
mendorong untuk taat terhadap tuhannya. jadi tidak mengherankan jika ada banyak
aliran filsafat kejawen menurut agamanya yang dianut seperti : Hindu
Kejawen, Budha Kejawen, Islam Kejawen, Kristen Kejawen,Kejawen Kapitayan
(Kepercayaan) dengan tetap melaksanakan adat dan budayanya yang tidak
bertentangan dengan agamanya.
Seorang petapa
Jawa sedang bersamadhi di bawah pohon beringin di era Hindia Belanda 1916.
Kata “Kejawen”
berasal dari kata "Jawa", yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah
"segala sesuatu yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa
(Kejawaan)". Penamaan "kejawen" bersifat umum, biasanya karena
bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks umum, Kejawen
sebagai filsafat yang memiliki ajaran-ajaran tertentu terutama dalam membangun
Tata Krama (aturan berkehidupan yang mulia).
Kejawen dalam
opini umum berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap serta
filosofi orang-orang Jawa. Kejawen juga memiliki arti spiritualistis atau
spiritualistis suku Jawa, laku olah spiritualis kejawen yang utama adalah Pasa
(Berpuasa) dan Tapa (Bertapa).
Penganut
ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam
pengertian seperti agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih
melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi
dengan sejumlah laku (mirip dengan "ibadah"). Ajaran kejawen biasanya
tidak terpaku pada aturan yang ketat dan menekankan pada konsep
"keseimbangan". Sifat Kejawen yang demikian memiliki kemiripan dengan
Konfusianisme (bukan dalam konteks ajarannya). Penganut Kejawen hampir tidak pernah
mengadakan kegiatan perluasan ajaran, tetapi melakukan pembinaan secara rutin.
Simbol-simbol
"laku" berupa perangkat adat asli Jawa, seperti keris, wayang,
pembacaan mantera, penggunaan bunga-bunga tertentu yang memiliki arti simbolik,
dan sebagainya. Simbol-simbol itu menampakan kewingitan (wibawa magis) sehingga
banyak orang (termasuk penghayat kejawen sendiri) yang dengan mudah
memanfaatkan kejawen dengan praktik klenik dan perdukunan yang padahal hal
tersebut tidak pernah ada dalam ajaran filsafat kejawen.
Ajaran-ajaran
kejawen bervariasi, dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama
pendatang, baik Hindu, Buddha, Islam, maupun Kristen. Gejala sinkretisme ini
sendiri dipandang bukan sesuatu yang aneh karena dianggap memperkaya cara
pandang terhadap tantangan perubahan zaman.
HARI - HARI PENTING
Sultan Agung
Mataram dianggap sebagai filsuf peletak pondasi Kejawen Muslim yang kemudian
sangat mempengaruhi upacara-upacara penting terutama yang paling nampak adalah
penanggalan dalam menentukan hari-hari penting. Hari-hari penting kejawen tidak
lepas dari "Kelahiran - Pernikahan - Mangkat" (kematian), yang
ketiganya adalah kehidupan dalam tradisi Jawa. Orang Jawa akan mendapatkan nama
pada ketiga peristiwa tersebut, yaitu nama saat kelahiran, nama saat
pernikahan, nama saat mangkat (nama kematian dengan menambahkan
"bin"/ "binti" nama orang tua dibelakang nama kelahiran).
Semua hari-hari penting itu ditetapkan sesuai Kalender Jawa yang memiliki
Primbon sebagai aturan-aturan dalam menentukan hari penting dan tata caranya.
Berikut adalah hari-hari penting dalam Kejawen :
- Suran (Tahun Baru 1 Sura).
- Sepasaran (upacara kelahiran)
- Mantennan (Pernikahan dengan segala upacaranya).
- Mangkat (Upacara Kematian) - Mengirim Do'a (Kanduri, Wirid, Ngaji) 7 Hari, 40 Hari, 100 Hari, 1000 Hari, 3000 Hari.
- Megeng Pasa - Tanggal 28 dan 29 Bulan Ruwah (Bulan Arwah) Yang digunakan untuk mengirim Do'a kepada yang telah mangkat (berangkat) terlebih dahulu, juga waktu Munjung (mengirim makanan lengkap nasi dan lauk kepada orang yang dituakan dalam keluarga) untuk mengikat silaturahmi.
- Megeng Sawal - Tanggal 29 dan 30 Bulan Pasa Yang digunakan untuk mengirim Do'a kepada yang telah mangkat (berangkat) terlebih dahulu, juga waktu Munjung (mengirim makanan lengkap nasi dan lauk kepada orang yang dituakan dalam keluarga) untuk mengikat silaturahmi bagi yang tidak ada kesempatan pada Megeng Pasa.
- Riadi Kupat (Hari Raya Kupat) - Tanggal 3, 4 dan 5 Bulan Sawal (Bagi orang tua yang ditinggalkan anaknya sebelum menikah).
PUASA - PUASA DALAM KEJAWEN :
- Pasa Weton - berpuasa pada hari kelahiranya sesuai penanggalan jawa.
- Pasa Sekeman - Puasa pada hari senin dan kamis.
- Pasa Wulan - Puasa pada setiap tanggal 13, 14, dan 15 pada setiap bulan Kalender Jawa.
- Pasa Dawud - Puasa selang-seling, sehari puasa-sehari tidak.
- Pasa Ruwah - Puasa pada hari-hari bulan Ruwah (Bulan Arwah).
- Pasa Sawal - Puasa enam hari pada bulan Sawal kecuali tanggal 1 Sawal.
- Pasa Apit Kayu - Puasa 10 hari pertama pada bulan ke-12 kalender jawa.
- Pasa Sura - Puasa pada tanggal 9 dan 10 bulan Sura.
Selain puasa
diatas kejawen juga memiliki puasa biasanya untuk menggambarkan kezuhudan
(kesungguhan) dalam mencapai keinginan, jenis puasa tersebut adalah sebagai
berikut :
- Pasa Mutih - puasa ini dilakukan dengan jalan hanya boleh makan nasi putih, tanpa garam dan lauk pauk atau makanan kecil dan lain-lain, serta minumnya juga air putih.
- Pasa Patigeni - puasa tidak boleh makan, minum dan tidur serta hanya boleh dikamar saja tanpa disinari cahaya lampu.
- Pasa Ngebleng - puasa tidak boleh makan dan minum, tidak boleh keluar kamar, boleh keluar sekedar tetapi sekedar buang hajat dan boleh tidur tetapi sebentar saja.
- Pasa Ngalong - puasa tidak makan dan minum tetapi boleh tidur sebentar saja dan boleh pergi.
- Pasa Ngrowot - puasa yang tidak boleh makan nasi dan hanya boleh makan buah-buahan atau sayur-sayuran saja.
KITAB DAN TEKS UTAMA
Kejawen tidak
memiliki Kitab Suci, tetapi orang Jawa memiliki bahasa sandi yang dilambangkan
dan disiratkan dalam semua sendi kehidupannya dan mempercayai ajaran-ajaran
Kejawen tertuang di dalamnya tanpa mengalami perubahan sedikitpun karena
memiliki pakem (aturan yang dijaga ketat), kesemuanya merupakan ajaran yang
tersirat untuk membentuk laku utama yaitu Tata Krama (Aturan Hidup Yang Luhur)
untuk membentuk orang jawa yang hanjawani (memiliki akhlak terpuji), hal-hal
tersebut terutama banyak tertuang dalam karya tulis sebagai berikut :
- Kakawin (Sastra Kuna) - merupakan kitab sastra metrum kuna (lama) berisi wejangan (nasihat) berupa ajaran yang tersirat dalam kisah perjalanan yang berjumlah 5 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa Kuno dan Bahasa Jawa Kuno
- Babad (Sejarah-Sejarah) - merupakan kitab yang menceritakan sejarah nusantara berjumlah lebih dari 15 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa Kuno dan Bahasa Jawa Kuno serta Aksara Jawa dan Bahasa Jawa
- Serat (Sastra Baru) - merupakan kitab sastra metrum anyar (baru) berisi wejangan (nasihat) berupa ajaran yang tersirat dalam kisah perjalanan yang terdiri lebih dari 82 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa beberapa ditulis menggunakan Huruf Pegon
- Suluk (Jalan Sepiritual) - merupakan kitab tata cara menempuh jalan supranatural untuk membentuk pribadi hanjawani yang luhur dan dipercaya siapa saja yang mengalami kesempurnaan akan memperoleh kekuatan supranatural yang berjumlah lebih dari 35 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa beberapa ditulis menggunakan Huruf Pegon
- Kidungan (Do'a-Do'a) - sekumpulan do'a-do'a atau mantra-mantra yang dibaca dengan nada khas, sama seperti halnya do'a lain ditujukan kepada tuhan bagi pemeluknya masing-masing yang berjumlah 7 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa
- Primbon (Ramalan-Ramalan) - berupa kitab untuk membaca gelagat alam semesta untuk memprediksi kejadian. ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa
- Piwulang Kautaman (Ajaran Utama) - berupa kitab yang terdiri dari Pituduh (Perintah) dan Wewaler (Larangan) untuk membentuk pribadi yang hanjawani, ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa
Naskah-naskah
diatas mencakup seluruh sendi kehidupan orang Jawa dari kelahiran sampai
kematian, dari resep makanan kuno sampai asmaragama (kamasutra), dan ada ribuan
naskah lainya yang menyiratkan kitab-kitab utama di atas dalam bentuk karya
tulis, biasanya dalam bentuk ajaran nasihat, falsafah, kaweruh (pengetahuan),
dan sebagainya.
BEBERAPA ALIRAN BESAR KEJAWEN
Terdapat
ratusan aliran kejawen dengan penekanan ajaran yang berbeda-beda. Beberapa
jelas-jelas sinkretik, yang lainnya bersifat reaktif terhadap ajaran agama
tertentu. Namun biasanya ajaran yang banyak anggotanya lebih menekankan pada
cara mencapai keseimbangan hidup dan tidak melarang anggotanya mempraktikkan
ajaran agama (lain) tertentu.
Beberapa aliran dengan anggota besar:
- Padepokan Cakrakembang
- Sumarah
- Budi Dharma
- Maneges
Aliran yang
bersifat reaktif misalnya aliran yang mengikuti ajaran Sabdopalon yang ingin
mengembalikan agama Orang Jawa kembali ke Agama BUDDHA yang dianggap sebagai agama asli menurut Sabdapalon, atau
penghayat ajaran Syekh Siti Jenar yang merupakan ajaran/Aliran Islam yang telah
ditetapkan sesat oleh Wali Sanga.
Sumber : Wikipedia
Posting Komentar