Diambil
dari naskah asli bertuliskan huruf Jawa
Yang
disimpan oleh :
PRAWIRATARUNA.
Digubah
ke aksara Latin oleh :
RADEN
TANAYA
Diterjemahkan
dan diulas oleh :
DAMAR
SHASHANGKA
Sebelum
melanjutkan ke-Pada (Syair) berikutnya (akan saya posting pada catatan bagian
tiga), maka perlulah kiranya kita ulas beberapa Pada (Syair) yang telah saya
posting pada catatan bagian pertama. Beberapa Pada (Syair) penting yang patut
diulas agar tidak menimbulkan kesalah pemahaman adalah sebagai berikut :
1.
Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 9 :
Dudu
anak manusa sayêkti, anak Bêlis Setan Brêkasakan, turune Mêmêdi Wewe, Gatholoco
duk ngrungu, den wastani yen anak Bêlis, langkung sakit manahnya, nanging tan
kawêtu, ngungkapi gembolanira, kleletipun sajêbug sigra ingambil, den untal
babar pisan.
Bukan
anak manusia sesungguhnya, akan tetapi anak Iblis Setan Brêkasakan (makhluk
yang tidak karu-karuan hidupnya), keturunan Mêmêdi (makhluk yang menakutkan)
atau Wewe (Jin perempuan yang berwujud jelek), Gatholoco mendengar akan hal
itu, disebut sebagai anak Iblis, sangat-sangat sakit hatinya, akan tetapi
didiamkan saja, membuka gembolannya kembali, diambilnya candu sekepal, dimakan
sekaligus semuanya.
Penulis
Gatholoco tampaknya mengambil pola pikir dari ajaran Shiwa Tantrayana yang
sangat populer ditanah Jawa pada masa lampau. Dalam kitab Mahanirvana Tantra
jelas disebutkan sebagai berikut :
“Pautvaa
pitvaa punah pitvaa yaavat patati bhuutale, Punarutyaaya dyai potvaa punarjanma
ga vidhate.”
“Minum,
teruslah minum hingga kamu terjerembab ke tanah. Lantas berdirilah kembali dan
minum lagi hingga sesudah itu kamu akan terbebas dari punarjanma (kelahiran
kembali) dan mencapai kesempurnaan (Moksha).”
Maksud
dari sutra ini, tak lain adalah meminum minuman spiritual, bukan minuman
berwujud fisik yang mengandung alkhohol. Seseorang yang terus meminum anggur
spiritualitas hingga jatuh bangun, dan tetap tidak jera untuk terus mereguknya,
maka hanya dengan jalan seperti itu, dapat dipastikan, Kesadaran akan tertempa,
terbangun dan terasah.
Meminum
anggur spiritualitas sehingga mabuk, atau dalam syair diatas digambarkan
memakan CANDU SPIRITUALITAS, sehingga terikat betul dengan Ke-Illahi-an, sehingga
KECANDUAN betul dengan Kesempurnaan, adalah prasyarat mutlak bagi siapa saja
yang ingin menggapai Kesadaran Purna.
2.
Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 11 :
Abdul
Jabar ngucap mring Mad Ngarip, Lah ta mara age takonana, apa kang den untal
kuwe, lan sapa aranipun, sarta maneh wismane ngêndi, apa panggotanira, ing
sadinanipun, lan apa tan adus toya, salawase dene awake mbasisik, janma iku sun
kira.
Abdul
Jabar berkata kepada (Ah)mad Ngarip (Ahmad ‘Arif), Segeralah kamu tanyai, apa
yang dimakannya barusan, dan siapa namanya, dan lagi rumahnya dimana, apa
pekerjaannya, pekerjaan sehari-harinya, dan apakah tidak pernah mandi, sehingga
kulitnya bersisik, manusia ini aku kira.
Masyarakat
awan atau dalam istilah Tassawuf Islam disebut Mukmin ‘Am (seringkali ditulis
dengan logat Mukmin Ngam dalam setiap sastra Jawa klasik) atau Walaka dalam
istilah Shiwa Buddha, sudah barang tentu akan keheran melihat tingkah laku
manusia-manusia aneh yang kecanduan spiritualitas seperti Gatholoco. Mereka
akan bertanya-tanya, apa yang di-‘makan’-nya? Apa yang di-‘telan’-nya sehingga
demikian ‘gila’-nya itu orang? Fenomena ini digambarkan secara konotatif dalam
adegan diatas. Dimana sosok manusia Gatholoco menelan candu didepan para
agamawan sehingga membuat keheranan mereka.
Manusia
Gatholoco akan membuat logika spiritual orang awam terjungkir-balikkan, bahkan
mereka yang mengaku agamawan sekalipun akan dibuat kalang-kabut olehnya.
Manusia Gatholoco sangat unik karena benar-benar mabuk oleh candu Illahi.
Siapapun yang mabuk candu Illahi, maka Kesadarannnya akan terayun kesegala arah
bagai Palu Illahi yang tanpa ampun akan menggedor sekat-sekat sempit pemahaman
awam tentang syari’at. Fenomena yang dialami oleh manusia Gatholoco, akan sulit
dipahami oleh mereka yang tidak mau menikmati candu yang sama.
3.
Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 13 :
Lah
ta sapa aranira yêkti, sarta maneh ngêndi wismanira, kang tinannya lon saure,
Gatholoco aranku, ingsun janma Lanang Sujati, omahku têngah jagad, Guru tiga
ngrungu, sarêng denya latah-latah, Bêdhes buset aran nora lumrah janmi,
jênêngmu iku karam.
Siapakah
namamu sesungguhnya? Dan lagi dimanakah rumahmu? Yang ditanya menjawab pelan,
Gatholoco namaku, aku manusia Lanang Sujati ( Lelaki Sejati ), rumahku
ditengah-tengah jagad, Ketiga Guru mendengar, bersamaan mereka tertawa
terbahak-bahak, Monyet! Busyet! Nama tidak umum dipakai manusia, namamu saja
itu sudah haram!
Manusia
Gatholoco akan menyatakan dirinya sebagai Lanang Sujati (Hal ini akan diuraikan
dalam syair ke-18 pada bagian tiga) yang bertempat tinggal di TENGAH-TENGAH
DUNIA. Tengah-tengah dunia menyiratkan bahwa DIA TIDAK DITIMUR TIDAK DIBARAT
TIDAK DIUTARA TIDAK DISELATAN TIDAK PULA DI ATAS, DITENGAH ATAU DIBAWAH. SEMUA
ARAH ADALAH TEMPATNYA.
Dualitas
duniawi, senang-sedih, panas-dingin, tinggi-rendah, nikmat-sakit, hidup-mati
dan sebagainya akan menyeret manusia awam kearah salah satu kutub-nya. Namun
bagi manusia Gatholoco, dia telah mampu berpijak ditengah-tengah keduanya.
Berpijak dalam keadaan seimbang total! Manusia Gatholoco telah melampaui
dualitas duniawi!
Manusia
Gatholoco tidak condong ke kanan maupun kekiri. Manusia Gatholoco telah
melampaui dualitas duniawi (Rwabhineda) sehingga tepatlah jika dikatakan
KEDUDUKAN DIA BERADA DITENGAH-TENGAH JAGAD atau DUNIA!
4.
Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 14 :
Gatholoco
ngucap tannya aris, Dene sira padha latah-latah, anggêguyu apa kuwe, Kyai Guru
sumaur, Krana saking tyasingsun gêli, gumun mring jênêngira, Gatholoco muwus,
Ing mangka jênêng utama, Gatho iku têgêse Sirah Kang Wadi, Loco Pranti Gosokan.
Gatholoco
tenang bertanya, Kenapa kalian terbahak-bahak? Mentertawai apakah? Kyai Guru
menjawab, Hatiku sangat geli, heran kepada namamu, Gatholoco berkata, Padahal
itu adalah nama utama, Gatho itu artinya Kepala Yang Dirahasiakan ( Gathel :
Penis ), Loco artinya Dikocok.
Inilah
pernyataan Gatholoco yang sangat vulgar tentang arti namanya. Gatho atau GATHEL
(maaf) dalam bahasa Jawa berarti PENIS, sedangkan LOCO artinya KOCOK. Gatholoco
tak lebih berarti KOCOKAN DARI PENIS. Dan akibat dari aktifitas KOCOKAN ini,
pada ujungnya memuncak pada fenomena TERPANCARNYA CAIRAN SPERMA. Arti nama
Gatholoco sangatlah tabu jika hal ini dikaitkan dengan etika masyarakat pada
umumnya. Namun bagaimana-pun juga, manusia yang terdiri dari tiga bentukan
badan (sarira) sesuai dengan mantra-mantra yang ada dalam ATMOPANISHAD, yaitu
Badan Fisik atau ‘STHULA SARIIRA’, Badan Halus atau ‘SUKSMA SARIIRA’ dan Badan
Sejati atau ‘ATMA SARIIRA’, semua memang tercipta dari fenomena ‘PANCARAN’ ini.
Dalam
istilah Tassawuf Islam, Badan Fisik (STHULA) disebut ‘JASAD’ dan dalam istilah
Islam Kejawen, disebut ‘DHINDHING JALAL ARAN KIJAB (Dinding Agung Yang Disebut
Hijab ; Penghalang/Tabir/Tirai)’.
Sedangkan
Badan Halus (SUKSMA) dalam istilah Tassawuf Islam disebut ‘NAFS
(Pribadi/personil)’ dan dalam Islam Kejawen disebutROH ILAPI (Ruh Idlafi),
DAMAR ARAN KANDHIL (Pelita bernama Kandil) dan SESOTYA ARAN DARAH (Cahaya
bernama Darah)
Badan
Sejati (ATMA) dalam istilah Tassawuf Islam disebut ‘RUH’ dan dalam Islam
Kejawen disebut ‘KAYU SAJARATUL YAKIN (Hayyu Syajaratul Yaqin ; Hidup Sebagai
Pohon/Akar Keyakinan Utama)’ , NUR MUHAMMAD (Cahaya Terpuji) dan KACA ARAN
MIRATULKAYAI (Cermin bernama Mir’atul Haya’; Mir’ah = Cermin, Haya’ = Malu)
atau cukup disebut ‘KANG NGURIPI (Yang membuat manusia hidup)’.
Dalam
istilah Kristiani, Badan Fisik (STHULA) dan Badan Halus (SUKSMA) , keduanya di
sebut tataran ‘DAGING’. Dan Badan Sejati (ATMA) disebut ‘ROH KUDUS’!
Dalam
tataran materi (Skala), proses terbentuknya Badan Fisik dan Badan Halus tidak
bisa lepas dari fenomena ‘TERPANCARNYA SPERMA KEDALAM RAHIM SEBAGAI PUNCAK DARI
SEBUAH AKTIFITAS SEXUAL’. Tak jauh beda pula pada tataran Immateri (Niskala),
terciptanya Atma dan seluruh semesta ini tak lepas pula dari fenomena dahsyat
‘PANCARAN ENERGI PURUSHA ATAU SADASHIWA KEPADA APA YANG DINAMAKAN PRAKRTI.
BRAHMAN
yang mutlak atau PARAMASHIWA, yaitu SUMBER SEGALA SUMBER HIDUP INI atau HIDUP
itu sendiri (Tassawuf Islam menyebutnya ‘ALLAH’, Kejawen menyebutnya ‘URIP’
yang artinya adalah ‘Hidup’, Kristiani menyebutnya ‘ALLAH BAPA’), Yang
Melampaui Segalanya, Mengatasi Segalanya, Tidak diketahui apa sesungguhnya Dia,
Mengatasi segala pribadi, Sempurna, Yang Murni dan sebagainya, pada suatu saat,
berkehendak mempersempit ke-Mutlak-an-Nya.
Proses
ini dinamakan DOSHA atau KESALAHAN. Sebuah DOSHA yang memang disengaja
oleh-Nya. BRAHMAN atau PARAMASHIWA yang mempersempit ke-Mutlak-an-Nya ini
lantas mengenakan sifat MAHA. MAHA ADA, MAHA KUASA, MAHA AGUNG, MAHA SUCI dan
sebagainya. Dia lantas dikenal dengan nama PURUSHA yang artinya YANG
BERKEHENDAK atau SADASHIWA (Tassawuf Islam menyebutnya ‘NURUN ‘ALA NUURIN’ yang
artinya ‘Cahaya Diatas Cahaya’. Kejawen menyebutnya ‘KANG GAWE URIP’ yang
artinya ‘Yang Menyebabkan adanya kehidupan material’. Kristiani menyebutnya
‘ALLAH PUTRA’).
Bersamaan
proses mempersempit ke-Mutlak-an-Nya tersebut, tercipta bayangan BRAHMAN atau
PARAMASHIWA yang disebut PRAKRTI. PRAKRTI inilah cikal-bakal bahan materi
seluruh alam semesta. (PRA : Sebelum, KRTI : Membuat). PRAKRTI mengandung unsur
negatif dan positif semesta, PRAKRTI inilah yang sesungguhnya dalam tradisi
agama timur tengah disebut PENGHULU MALAIKAT dan IBLIS itu sendiri!
Bahan-bahan
positif dari PRAKRTI yang kelak membentuk Badan Halus dan Badan Kasar manusia
dengan unsur positif-nya, inilah yang disimbolkan sebagai MALAIKAT YANG MENJAGA
MANUSIA. Sedangkan bahan-bahan negatif PRAKRTI yang kelak membentuk Badan Halus
dan Badan Kasar manusia dengan unsur negatif-nya, inilah yang disimbolkan
sebagai SETAN-SETAN YANG MENGGODA MANUSIA!
UNSUR
POSITIF ALAM DIDALAM PRAKRTI ITULAH PARA PENGHULU MALAIKAT! UNSUR NEGATIF ALAM
DIDALAM PRAKRTI ITULAH IBLIS.
SEGALA
HAL YANG TERDAPAT DALAM BADAN HALUS DAN BADAN KASAR ANDA YANG MENUNJANG KEARAH
KEBENARAN, ITULAH MALAIKAT PENDAMPING ANDA! SEGALA HAL YANG TERDAPAT DALAM
BADAN HALUS MAUPUN BADAN KASAR ANDA YANG SENANTIASA MENGGANGGU ANDA BERJALAN
DIJALAN KEBENARAN, ITULAH ANAK-ANAK IBLIS YANG DISEBUT SETAN! BUKALAH KESADARAN
ANDA SAAT INI JUGA!
MALAIKAT
tercipta dari CAHAYA. IBLIS tercipta dari API. CAHAYA dan API tidak bisa
dipisahkan! Mengapa masih juga anda tidak mengerti dengan simbolisasi seperti
ini?
Akibat
PANCARAN ENERGI DARI PURUSHA ATAU SADASHIWA KEPADA PRAKRTI, maka terperciklah
tak terhitung ATMA-ATMA sebagai percikan PURUSHA. Bagai API dengan PERCIKANNYA.
Bagai AIR dengan TETESANNYA.
Bahkan
dari proses PANCARAN ENERGI ini, tercipta pula bahan-bahan material alam
semesta sebagai bakal wadah bagi Atma-Atma.
Dari
PURUSHAatau SADASHIWA terciptalah ATMA-ATMA, dan dari bahan-bahan material
akibat PANCARAN ENERGI PURUSHA ATAU SADASHIWA KEPADA PRAKRTI terciptalah kelak
Badan Halus (SUKSMA) dan Badan Fisik (STHULA).
PRAKRTI
HANYA SEKEDAR SEBAGAI TEMPAT PENAMPUNGAN SEMUA ITU. PRAKRTI IBARAT RAHIM
SEMESTA!
Dan
semua proses ini tak lain berawal dari PANCARAN ENERGI PURUSHA ATAU SADASHIWA
KEPADA PRAKRTI.
Dan
proses ini diulang kembali, dalam bentuk aktifitas badaniah antara laki-laki
dan wanita yang dinamakan sexualitas. Dimana penis makhluk jantan harus dikocok
didalam vagina makhluk wanita (Gatholoco) agar memancarlah sperma yang penuh
dengan berjuta-juta bibit kehidupan (Atma) kedalam rahim.
Proses
sexualitas, adalah proses pematangan agar Atma benar-benar dibungkus oleh Badan
Halus (Suksma) dan Badan Fisik (Sthula) didalam kandungan seorang wanita selama
rentang waktu sembilan bulan sepuluh hari.
Nama
Gatholoco sangat tabu, tapi dari Gatholoco-lah seluruh kehidupan tercipta. Maka
sesungguhnya benar apa yang dikatakan Gatholoco, bahwa nama yang dipakainya
adalah nama Rahasia Yang Mulia.
5.
Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 15 :
Marma
kabeh padha sun lilani, sakarsane ngundang marang ingwang, yêkti sun sauri bae,
têtêlu araningsun, kang sawiji Barang Kinisik, siji Barang Panglusan, nanging
kang misuwur, manca pat manca lêlima, iya iku Gatholoco aran mami, prasaja
tandha priya.
Maka
aku rela jika kalian semua, mau memanggil aku apa, pasti aku akan terima, tiga
namaku, yang pertama Barang Kinisik ( Barang yang sering digosok-gosokkan
kepada lobang), satunya lagi Barang Panglusan (Barang yang sering dihaluskan
dengan cara dikeluar masukkan), akan tetapi yang terkenal, di empat penjuru
angin bahkan di-lima penjuru angin, ialah Gatholoco, tanda seorang pria sejati.
Nama
lain GATHOLOCO adalah BARANG KINISIK (Benda yang digosok-gosokkan didalam
lobang) dan satunya lagi BARANG PANGLUSAN (Benda yang dihaluskan dengan cara
dikeluar masukkan). Maknanya tiada beda, tak lain adalah PENIS YANG DIKOCOK.
KESADARAN
MANUSIA GATHOLOCO MAMPU MEMAHAMI, bahwasanya cikal bakal kehidupan manusia dan
beberapa makhluk yang mulai berkembang Kesadaranya, HARUS MELALUI PROSES
PANCARAN SPERMA KEDALAM RAHIM.
Lebih
tinggi dari itu, KESADARAN MANUSIA GATHOLOCO JUGA MEMAHAMI, bahwa SELURUH
SEMESTA RAYA INI TERCIPTA JUGA AKIBAT PANCARAN ENERGI PURUSHA ATAU SADASHIWA
KEDALAM KANDUNGAN PRAKRTI!
Proses
ini adalah sebuah proses yang SAKRAL dan SUCI. Jadi sangat-sangat tidak patut
jika aktifitas sexual hanya dipergunakan untuk sekedar mengejar sensasi
kenikmatan belaka!
Manusia-manusia
Gatholoco hanya akan MENGKOCOK PENIS MEREKA KEDALAM LIANG VAGINA sekedar untuk
memberikan jalan bagi kelahiran kembali para Atma yang hendak melanjutkan
proses evolusinya dialam manusia.
Manusia-manusia
yang bukan manusia Gatholoco hanya akan melakukan PENGKOCOKAN PENIS MEREKA
KEDALAM VAGINA sekedar untuk menikmati sensasi kenikmatannya belaka!
Laki-laki
yang memahami hal ini, patut disebut PRIA SEJATI. Begitu juga wanita yang
memahami akan hal ini, sepatutnya juga disebut WANITA SEJATI.
ITULAH
BEDA MANUSIA GATHOLOCO DAN YANG BUKAN MANUSIA GATHOLOCO! SEMOGA ANDA SEMUA
MEMAHAMI MAKSUD PENULIS GATHOLOCO DAN TIDAK SALAH MENGERTI KARENANYA!
Posting Komentar