Bacaan abal – abal, Jangan paksa membaca jika takut dikatakan SESAT,
Jauhkan dari jangkauan anak - anak dan ibu hamil untuk membacanya.
Agama
Kaharingan mungkin merupakan kata yang asing bagi kebanyakan orang tapi
kalau menyebut kata Dayak, kemungkian besar semua orang akan tahu.
Kaharingan merupakan agama atau kepercayaan suku Dayak diberbagai bagian pulau
Kalimatan.
Seperti
halnya dengan agama lokal lainnya di Nusantara, keberadaan mereka nyaris
terlupakan, terabaikan, terpinggirkan dan juga mengalami diskriminasi. Bagi
sebagian orang, Kaharingan dianggap sebagai Agama Helo (agama
lama), Agama Huran (agama kuno), atau Agama Tato-hiang (agama nenek-moyang),
namun bagi sebagian orang lainnya, Kaharingan dianggap sebagai agama tidak jelas
atau bahkan SESAT
(Karena dikatakan agama harus memenuhi kriteria tertentu oleh
golongan) . nah, bagian terakhir
inilah yang bisa memicu konflik.
Sebagian
suku Dayak yang berdiam di wilayah negara Malaysia dengan tegas menggolongkan
mereka sebagai orang yang belum beragama, tidak beda jauh dengan perlakuan
hukum tentang agama dan kepercayaan di Indonesia.
TUHAN
, KITAB SUCI DAN RITUAL
Agama
Kaharingan percaya pada satu Tuhan yang disebut dengan nama Ranying (Tuhan Yang
Maha Esa). Tempat pertemuan atau berfungsi semacam tempat ibadah disebut dengan
Balai Basarah atau Balai Kaharingan.
Ibadah
rutin Kaharingan yang dilakukan dilakukan oleh pemeluknya, sejumlah buku suci
yang memuat ajaran dan juga seperangkat aturan adalah :
1. Panaturan,
sejenis kitab suci
2. Talatah
Basarah, kumpulan doa
3. Tawar,
petunjuk tata cara meminta pertolongan Tuhan dengan upacara menabur beras
4. Pemberkatan
Perkawinan, dan
5. Buku
Penyumpahan/Pengukuhan untuk acara pengambilan sumpah jabatan.
Sedangkan
untuk hari raya atau ritual penting dari agama Kaharingan adalah upacara Tiwah
yaitu ritual kematian tahap akhir dan upacara Basarah,
PHILOSOPHY
Kaharingan
berasal dari bahasa Sangen (Dayak kuno) yang akar katanya adalah ’’Haring’’
Haring berarti ada dan tumbuh atau hidup yang dilambangkan dengan Batang Garing
atau Pohon Kehidupan.
Pohon
Batang Garing berbentuk seperti tombak dan menunjuk tegak ke atas. Bagian bawah
pohon yang ditandai oleh adanya guci berisi air suci yang melambangkan Jata
atau dunia bawah. Antara pohon sebagai dunia atas dan guci sebagai dunia bawah
merupakan dua dunia yang berbeda tapi diikat oleh satu kesatuan yang saling
berhubungan dan saling membutuhkan.
Buah
Batang Garing ini, masing-masing terdiri dari tiga yang menghadap ke atas dan tiga
yang menghadap ke bawah, melambangkan tiga kelompok besar manusia sebagai
keturunan Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen, dan Maharaja Nunu.
Buah
garing yang menghadap arah atas dan bawah mengajarkan manusia untuk menghargai
dua sisi yang berbeda secara seimbang atau dengan kata lain mampu menjaga
keseimbangan antara dunia dan akhirat.
Tempat
bertumpu Batang Garing adalah Pulau Batu Nindan Tarung yaitu pulau tempat
kediaman manusia pertama sebelum manusia diturunkan ke bumi. Disinilah dulunya
nenek moyang manusia, yaitu anak-anak dan cucu Maharaja Bunu hidup, sebelum
sebagian dari mereka diturunkan ke bumi ini.
Dengan
demikian orang-orang Dayak diingatkan bahwa dunia ini adalah tempat tinggal
sementara bagi manusia, karena tanah air manusia yang sebenarnya adalah di
dunia atas, yaitu di Lawu Tatau. Dengan demikian sekali lagi diingatkan bahwa
manusia janganlah terlalu mendewa-dewakan segala sesuatu yang bersifat duniawi.
Pada
bagian puncak terdapat burung enggang dan matahari yang melambangkan bahwa
asal-usul kehidupan ini adalah berasal dari atas. Burung enggang dan matahari
merupakan lambang lambang-lambang Ranying Mahatala Langit (Tuhan YME) yang
merupakan sumber segala kehidupan.
Jadi
inti lambang dari pohon kehidupan ini adalah keseimbagan atau keharmonisan
antara sesama manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan.
DISKRIMINASI
Diskriminasi
adalah hal yang umum dan biasa ditemukan pada agama lokal. Dengan
berinterkasinya agama Kaharingan menjadi Hindu Kaharingan maka sebagian kecil
dari kasus diskriminasi bisa diminimalkan. Namun tentu saja, integrasi ini
sepertinya bukanlah pilihan yang ideal karena sesungguhnya antara Hindu dan
Kaharingan adalah dua kepercayaan yang berbeda.
Sangat
ironis tentu saja bahwa penghargaan justru mereka dapatkan dari pihak luar
yaitu orang asing, peneliti atau kalangan antropologis yang mampu memberikan
tulisan dan info lengkap tetang agama primitif ini. Para peneliti ini pada
awalnya menggunakan istilah Agama Ngaju (Ngaju Religion) untuk agama lokal
tersebut sebelum nama Kaharingan resmi digunakan. Kemudian pengakuan dan
penghargaan terbesar didapatkan pada masa pemeritah pendudukan Jepang dengan
memberikan pengakuan dan perlindungan resmi pada agama ini.
Catatan :
Bms_75 hanya
share, tidak ada maksud apapun, postingan ini merupakan copy paste dari Wikipedia, dan Kompas bahkan tidak memiliki pengetahuan tentang budaya Dayak. Postingan
ini sepenuhnya dibuat berdasarkan data dan sumber di atas, yang kemudian
dirangkai dengan gaya bahasa penulis tanpa merubah intinya.
Posting Komentar